When Clown and Peterpan Meet

Saturday, August 14, 2021

No comments
Content Warning
Menyinggung tentang damsel in distress yang menggunakan nama lain Cinderella Complex yang merupakan istilah populer dari psikologi kultur pop—artinya ini tidak berasal dari penelitian saintifik yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya—untuk menggambarkan ketidak mampuan seseorang untuk melakukan sesuatu secara mandiri karena merasa akan ada seseorang yang akan menjadi 'Prince Charming' yang menolongnya. Namun, karena Felix adalah laki-laki, maka sebenarnya lebih tepatnya istilah populer yang digunakan adalah Peterpan Syndrome. Juga untuk berjaga-jaga kalau ada yang memiliki phobia kepada badut, Minho di cerita ini sebagai badut. 
 
Trigger Warning
Felix mengidap PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) yang mengakibatkannya mengalami age regression (nama yang orang-orang kenali adalah little space) dan disaat normal pun, dia merasa hopeless sehingga dia menyebut dirinya sendiri sebagai pengidap Peterpan Syndrome. Iya, Felix self diagnose dirinya sebagai pengidap Peterpan Syndrome dan seperti penjelasan di atas, ini tidaklah eksis pada psikologi saintifik. Diharapkan pembaca jangan mediagnosa diri sendiri mengidap mental illness dan memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui dengan jelas yang tengah dialami.

 
Hari ini adalah ulang tahun Felix ke 17, tetapi sudah seperti bayangannya tidak akan ada satu pun keluarganya yang datang. Meski ruangan makan yang biasanya membosankan sekarang menjadi lebih cerah karena hiasan-hiasan pesta ulang tahun yang disiapkan oleh orang tuanya. Terlihat orang-orang yang berada di tempat Felix tinggali sekarang berbahagia dan bahkan beberapa sudah mengantri di prasmanan karena kapan lagi mereka bisa makan enak tanpa harus memikirkan tentang perkataan dokter kepada mereka?
 
Namun, Felix hanya bisa menghela napas saat menyadari bahwa mencari keberadaan orang yang bisa dianggapnya keluarga hanyalah sebuah kesia-siaan belaka.
 
Seharusnya Felix tahu kalau dirinya sejak lama dibuang oleh keluarganya karena kejadian di hari itu. Mereka mungkin beralasan bahwa ini demi kebaikan Felix, agar dia bisa segera sembuh dan menjadi normal seperti dahulu. Namun, Felix bukanlah bodoh untuk menyadari bahwa mereka menyingkirkannya kemari karena sejak awal keberadaan dirinya bagi mereka sudahlah salah dan semakin salah saat mereka kehilangan orang yang paling disayangi melebihi apa pun di dunia ini.
 
Felix tidak pernah diinginkan oleh siapa pun.
 
"Loh, siapa yang mengundang badut kemari?" Pekikan Jeongin—teman baiknya selama berada di sini karena memiliki nasib yang sama dengannya—membuat Felix mengikuti arah pandang lelaki itu.
 
Menemukan seseorang yang menggunakan kostum badut McD yang membuat Felix menghela napas panjang. Kebohongannya yang sekarang membuat Felix harus melihat badut di hari ulang tahunnya. Sejak dahulu, Felix selalu berkata kalau dia menyukai badut McD—yang merupakan kebohongan—karena melihat karakter itu membuat orang-orang bahagia. Kebohongan yang Felix katakan sejak berumur sembilan tahun hingga napas terakhir orang yang mendapatkan segalanya dan dirinya tidak pernah dianggap ada.
 
Dibuang ke tempat rehabilitasi—bahasa yang mereka perhalus dari rumah sakit jiwa—dan meski Felix bukan berada di sisi rumah sakit yang benar-benat tidak bisa berfungsi sebagai manusia, bukan berarti dirinya sepenuhnya berfungsi sebagai manusia.
 
"Kamu Felix?" Sapaan badut McD yang sudah berada di depannya membuat Felix tersenyum sembari mengangguk. "Selamat ulang tahun ke tujuh belas."
 
Sejujurnya, Felix benci dengan badut dan semua perayaan meriah ulang tahun. Hal yang diinginkan Felix adalah perayaan sederhana seperti tengah malam dibangunkan dengan kue ulang tahun serta lilin penunjuk umurnya yang menyala, meniupnya dengan bahagia, dan pagi harinya saat terbangun bisa sarapan bersama orang tuanya dengan masakan rumahan yang dikhususkan untuknya.
 
Namun, Felix tahu berusaha seperti apa pun, dia tidak akan pernah mendapatkan hal tersebut. Karena dirinya tidak pernah diharapkan ada di dunia ini dan semakin pantas untuk diabaikan setelah dianggap menjadi penyebab kepergian untuk selamanya orang yang mereka sayangi.
 
"Hei, Felix," panggilan itu membuatnya tersadar dari lamunannya dan ternyata badut McD—sebenarnya Felix yakin dia memiliki nama karakter, tetapi tidak punya alat untuk mencari tahu—masih berada di depannya, "kenapa bersedih? Apa kehadiranku tidak menyenangkanmu?"
 
Sejujurnya, tidak. Karena badut adalah kebohongan Felix yang selalu dikatakannya untuk membuatnya senang dan sekarang, orang itu sudah tiada, jadi seharusnya tidak perlu merasa perlu mengapresiasi tokoh di depannya.
 
"Ah tidak ... aku bukannya tidak senang dengan kehadiranmu." Felix tersenyum, meski dalam hati menertawakan diri sendiri.
 
Untuk apa berbohong saat ini padahal tidak ada yang perlu perasaannya dilindungi?
 
"Oh iya, sebentar," badut itu meninggalkan Felix dan dia langsung menghela napas panjang. Felix bisa memilih untuk pergi kembali ke kamarnya dan mulai membuka komputernya untuk mencari tahu nama badut McD. Nyatanya, dia justru memilih untuk menunggu badut itu kembali, padahal Felix tidak pernah menunggu siapa pun sejak tinggal di sini. Saat badut itu kembali, ternyata di tangannya ada sebuah kotak hadiah yang berukuran sedang.
 
Felix mengernyit saat badut itu menyerahkan kepadanya. "Untukku?"
 
"Iya," badut itu tersenyum dan sejujurnya terlihat menyeramkan di mata Felix karena riasan tebalnya, "dari orang tuamu. Juga mereka bilang maaf karena tidak bisa datang kemari karena ada hal penting yang harus diurus."
 
Felix menerimanya sembari tersenyum, tetapi tidak langsung membukanya.
 
Tentu mereka sibuk, karena lebih baik merayakan ulang tahun orang yang sudah meninggal daripada Felix yang masih hidup. Karena mungkin bagi mereka, kalau boleh menukar anak yang meninggal pada hari itu, lebih baik Felix yang mati daripada anak kesayangan mereka. 
 
"Felix," panggilan itu membuatnya mengerjap dan bertemu pandang dengan badut yang menatapnya dengan sedih. Membuatnya mengernyit karena Felix sudah begitu terbiasa dengan tatapan kasihan dan tiba-tiba ada orang asing yang bersedih untuknya adalah hal yang aneh. "Kalau kamu tidak bahagia, tidak apa-apa. Katakanlah, agar dirimu tidak tersiksa."
 
Terdengar seperti perkataan dokter yang menanganinya atau pun perawat Park yang ditugaskan untuk menanganinya.
 
Felix hanya tersenyum sebagai respon dan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak apa-apa, tidak perlu khawatir."
 
"Kamu yakin?"
 
Felix tidak menjawab karena memutuskan untuk membuka kado yang diberikan untuknya. Meski ini adalah tahun ketiganya berada di tempat ini, rasanya baru kali ini Felix mendapatkan kado dari orang tuanya. Namun, begitu melihat isi kotaknya, matanya memburam dan rasanya dia kembali ke masa lalu. Napasnya tiba-tiba berat dan merasa getaran hebat sebelum akhirnya melihat gelap. 
 
***

Minho sejujurnya merasa bersalah karena merasa penyebab Felix pingsan adalah dirinya. Saat menerima pekerjaan sampingan sebagai badut, Minho awalnya bersemangat karena bayarannya sangatlah tinggi. Bayaran yang bisa untuk uang 2 semesternya dan juga uang sewa apartemen selama 3 bulan. Meski pun tempat yang diminta oleh kliennya untuk dirinya bekerja sangatlah aneh, tempat rehabilitasi untuk orang-orang yang mengalami sakit mental. Apalagi karakter spesifikasinya juga sangatlah aneh, Ronal McDonald.
 
Rasanya langsung menyewa ke McD lebih menghemat uang daripada ke agensi tempatnya kerja part time sebagai badut.
 
Juga Minho tidak paham kenapa ulang tahun ke 17 seseorang harus dirayakan di tempat rehabilitasi? Lebih tidak mengerti lagi, mereka bisa membayar Minho untuk menjadi badut yang hadir di ulang tahun lelaki bernama Felix Lee dengan uang yang fantastis, tetapi tidak menitipkan sesuatu untuk diberikan sebagai hadiah ulang tahun.
 
"Minho, jangan terlalu sentimental dengan hal remeh seperti itu," teguran Bos tempatnya part time di telpon membuatnya menghela napas, "kamu hanya perlu datang dan menghibur anak klien yang memintamu bekerja. Jangan mengacau atau jasamu tidak dibayar oleh klien."
 
Mengingat telepon dengan Bosnya, Minho menghela napas. Dia tahu telah mengacau dengan seenaknya membelikan kado untuk Felix—yang saat dilihatnya, dia benar-benar normal seperti remaja lainnya di luar sana—dan sekarang Minho menanggung akibatnya.
 
Minho tidak pernah berurusan dengan orang yang memiliki penyakit mental, apalagi berurusan dengan orang yang berada di rehabilitasi khusus menangani sakit mental. Ini kali pertamanya dan Minho mengacau dengan kado yang diberikannya dengan kebohongan kalau itu dari orang tua Felix.
 
"Dua manusia itu memang tidak pantas menyandang gelar orang tua," komentar perawat yang tadi dilihat dari name tag-nya bernama Park Minyoung membuat Minho menoleh. Perempuan itu tersenyum kepadanya dan menarik kursi untuk duduk di sebelah Minho yang mana dia menghadap ke ranjang Felix yang masih belum sadarkan diri. "Pasti dirimu kaget berada di sini dan melihat Felix pingsan."
 
"Dia ... kenapa?"
 
"PTSD," jawaban itu sejujurnya tidak membantu Minho, karena dia bahkan tidak mengerti maksudnya, "singkatnya, Felix memiliki trauma dengan syal dan warna merah."
 
Sekarang Minho mengerti alasan Felix yang begitu membuka kotak kadonya yang berisi syal merah langsung bereaksi gemetar hebat, berteriak untuk jangan mendekatinya, dan akhirnya pingsan di depannya. Bohong kalau Minho tidak panik, tetapi rasanya semua orang di sekitar Felix tampak tidak peduli dan hanya perawat perempuan yang sekarang duduk di sampingnya yang datang untuk memintanya membawa ke kamar rawatnya.
 
Kalau boleh jujur, kamar rawat Felix lebih besar dua kali lipat dari ukuran apartemen Minho dan isinya jauh lebih lengkap serta cocok untuk dimasukkan ke media sosial daripada miliknya.
 
"Baik, saya akan segera menemui Anda." Suara perawat Park membuat lamunan Minho buyar dan saat melihat perawat itu berdiri, dia refleks ikut berdiri. Namun, perawat itu tersenyum dan menepuk pelan pundak Minho, "Apa aku bisa memintamu untuk menjaga Felix sebentar? Ada hal yang harus aku laporkan kepada dokter Kim."
 
"Tapi...."
 
"Felix tidak akan bangun dalam jangka waktu dekat," perawat Park mencoba menyakinkan Minho, "tetapi kalau dia mengingau, tolong tangannya digenggam ya. Aku mengandalkanmu, Minho."
 
Minho belum mengatakan persetujuan saat perawat Park keluar dari ruangan Felix. Kemudian ruangan terasa sunyi dan Minho melihat keseluruhan ruangan yang Felix tempati. Tadinya Minho pikir, ruangan ini akan berwarna putih seperti yang ada di film yang membahas tentang rumah sakit jiwa, tetapi nyatanya ruangan di sini berwarna abu-abu dan kebanyakan perabotan di ruangan ini berwarna mahogani.
 
Ruangan ini besar dan juga memiliki banyak hal yang Minho harapkan bisa dimiliki di apartemen kecilnya. Namun, di saat bersamaan Minho merasa di sini begitu sepi yang bisa membunuhnya perlahan.
 
Apa benar tempat ini di desain untuk menyelamatkan Felix dan bukan untuk membunuhnya secara perlahan?
 
"Pergi! Jangan mendekatiku dan Felicia!" Suara teriakan itu membuat Minho tersadar dari lamunannya dan melihat Felix yang bergerak gelisah. Kemudian, selimut yang ditendang, bantal yang dilempar begitu saja sebelum Minho sempat bereaksi membuatnya teringat pesan perawat Park untuk mengenggam tangan Felix jika mengingau. Apalagi yang didengarnya kemudian adalah, "Lepaskan aku! Felicia, lari. Nanti aku menyusulmu."
 
"Felix ... Felix. Tenanglah." Minho tahu perkataannya tidak berguna dan jelas tidak mungkin didengar oleh orang yang mengamuk dalam tidurnya. Namun, tiba-tiba Felix membuka matanya, kemudian menoleh ke arah Minho. Menatapnya dengan tanda tanya dan Minho mendadak panik harus menjelaskan keberadaan dirinya.
 
Bahkan Minho tidak pernah panik saat tahu dirinya ditendang dari apartemen lamanya tanpa pemberitahuan karena gedungnya sudah berganti kepemilikan.
 
"Badut McD?" Felix terlihat kebingungan, lalu kemudian menarik tangannya dan mendudukkan dirinya. Minho tentu kaget dengan gerakan Felix, tetapi kemudian kebingungan melihat reaksi lelaki di depannya yang bertepuk tangan, dan kemudian menoleh ke kiri serta kanan dengan cepat. "Felicia mana? Dia suka badut McD dan ingin ulang tahunnya ada dia, tapi Ayah dan Ibu tidak pernah mengizinkannya."
 
Felicia siapa?
 
"Felicia!" Felix memanggil nama asing itu dengan sebelah tangannya yang terbuka berada di dekat mulutnya. "Felicia Lee, ada badut McD di hari ulang tahunmu!"
 
Minho sejujurnya kebingungan dengan reaksi Felix yang terlihat senang dan tanpa sadar bergumam, "Tapi hari ini ulang tahun Felix Lee."
 
Felix berhenti memanggil Felicia dan menoleh ke arah Minho. Tidak seperti yang Minho lihat saat tadi berada di ruang besar yang mana Felix terlihat bersedih, sekarang lelaki itu memandangnya dengan senyuman lebar.
 
"Hari ini juga ulang tahunnya Felicia. Aku dan Felicia kembar."
 
Oh, jadi yang sejak tadi Felix panggil itu kembarannya?
 
"Hm? Syal siapa itu?" Perkataan Felix membuat Minho mengikuti arah pandang lelaki itu dan panik saat melihatnya memegang benda itu. Apalagi ternyata tangan Felix cukup cepat untuk mengambil syal merah yang membuat lelaki itu pingsan dan juga sudah berguling ke ujung ranjangnya, lalu berdiri di sisi lainnya. Maksud Minho berdiri adalah literal berdiri di atas ranjang. "Syal hadiahnya Felicia ya? Ck, anak itu kenapa selalu menaruh hadiahnya sembarangan? Felicia, cepat kemari dan ambil kadomu! Jangan meletakkannya di kamarku karena merasa kasihan denganku."
 
Minho sejujurnya tidak tahu harus bereaksi seperti apa saat ini. Kata perawat Park, Felix takut dengan warna merah sehingga membuatnya pingsan. Lalu sekarang yang dilihatnya adalah Felix yang meloncat-loncat di kasurnya sembari memegang syal merah dan menggumamkan lagu lama dari boyband 2PM, Heartbeat.
 
"Tuan badut," panggilan itu membuat Minho mengerjapkan matanya dan melihat Felix sudah tidak meloncat-loncat. Berjalan mendekatinya, lalu berhenti beberapa langkah di depannya dengan posisi masih berdiri. "Kenapa masih berada di sini? Bukankah kamu seharusnya bersama Felicia?"
 
"Apa maksudmu?" Minho refleks merespon, tetapi kemudian merasa ini bukanlah opsi yang terbaik.
 
Baru Minho ingin mengatakan bahwa dia tidak mengerti, tetapi kemudian melihat Felix tersenyum dan menyerahkan syal merah kepadanya. "Pergilah, Tuan badut McD. Kamu pasti kemari karena Felicia dan bawa ini kepadanya, karena ini pasti hadiah untuknya."
 
"Itu hadiahmu."
 
Minho benar-benar meruntuki mulutnya yang selalu merespon otomatis semua perkataan yang ditunjukkan kepadanya. Apalagi yang dilihatnya sekarang Felix sudah tidak tertawa dan mengerjapkan matanya dengan cepat. Kemudian menunjuk dirinya sendiri, "Aku? Ini untukku? Jangan bercanda, semua orang hanya mengingat Felicia dan aku yakin tidak ada yang ingat hari ini ulang tahunku."
 
Ada banyak kebingungan yang Minho alami sekarang sampai membuat kepalanya sakit. Namun, perkataan Felix tadi benar-benar terasa menyesakkan dan meski lelaki itu sekarang kembali meloncat-loncat di ranjangnya sembari menggumamkan lagu 2PM yang berjudul Heartbeat, tidak ada tawa. Syal merah yang dipegang oleh Felix entah kenapa dilihat Minho digenggam lebih erat dari seharusnya dan dia menyadari satu hal dari semua hal yang membingungkan yang tengah terjadi.
 
Syal merah itu adalah hadiah pertama Felix, meski Minho tidak bisa menjelaskan 2 reaksi yang berbeda didapatkannya dengan benda yang sama.
 
"Itu hadiah untukmu, Felix." Minho memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya. "Hadiah dariku, untukmu."
 
"Kenapa Tuan badut memberikannya kepadaku? Apa karena belum menemukan Felicia ya?"
 
"Tidak, itu memang untukmu." Minho menatap Felix yang berhenti meloncat. Melihatnya yang perlahan tersenyum lebar dan membuat Minho tanpa sadar juga ikut tersenyum. "Selamat ulang tahun, Felix Lee."
 
"Yongbok Lee." Nama asing yang dikatakan Felix. membuat Minho menatap dengan bingung. "Hahaha ... lucu melihat Tuan badut kebingungan. Tapi itu nama Koreaku, Tuan badut."
 
"Oh, begitu."
 
"Tuan badut, jangan melapor ya kalau aku sejak tadi loncat-loncat ditempat tidur. Nanti aku dimarahi dan aku benci mendengarnya."
 
Minho mengangguk dan Felix tersenyum lebar. Kemudian Minho melihat Felix kembali meloncat-loncat dan mengalungkan syal ke lehernya. Sejujurnya Minho masih tidak mengerti dengan yang sedang terjadi, tetapi memutuskan untuk diam karena melihat Felix yang terlihat bahagia dan masih mengumamkan lagu 2PM yang berjudul Heartbeat.
 
***
 
Minho sejujurnya merasa tidak layak mendapatkan bayaran setelah melihat langsung hal yang terjadi kepada Felix. Padahal biasanya Minho menyukai saat dirinya menerima uang, tetapi rasanya sekarang hampa dan begitu menyadari keberadaannya sekarang, dia melihat sekelilingnya.
 
Apartemen kecilnya yang begitu pintu masuk langsung memperlihatkan tempat tidurnya. Meja makan yang juga berfungsi sebagai meja belajarnya dan dari pandangannya sekarang, dia bisa melihat area kecil yang menjadi dapur sekaligus tempat mencuci piring serta pakaiannya. Di bekalang tempat itu ada ruangan kecil yang merupakan kamar mandi. Menoleh ke kiri, ada lemari kecil yang tertanam di dinding yang tengah tertutup. Merupakan tempatnya menaruk pakaian-pakaiannya 4 musim dan sejujurnya itu sangatlah kurang.
 
Meski selama ini Minho selalu mengeluhkan kehidupannya yang tidak seperti orang-orang yang bisa berkuliah tanpa perlu memikirkan biaya—dan sialnya malah tidak belajar dengan sungguh-sungguh—tetapi setidaknya dia masih bisa berfungsi dengan normal. Minho juga telah mencari tahu tentang PTSD dan sejujurnya dia menyesal melakukannya. Karena bukan menjawab pertanyaannya tentang apa yang terjadi dengan Felix, tetapi justru memberikan banyak pertanyaan baru untuk Minho.
 
Apa penyebab Felix hingga mengalami hal tersebut?
 
Kenapa Felix tiba-tiba biasa saja dengan warna merah? Padahal warna itu pula yang menyebabkannya pingsan.
 
Jika waktu itu adalah usianya ke 17, maka sejak umur berapa Felix berada di sana sampai perawat Park bilang tidak biasanya orang tua Felix mengingat keberadaan anaknya tanpa ditelpon seminggu sebelumnya?
 
Sebenarnya, Felix berada di keluarga disfungsional seperti apa sampai bisa-bisanya orang tuanya menyewa badut dengan karakter yang dibenci oleh anaknya sendiri?
 
Pada akhirnya, Minho tidak bisa menahan dirinya untuk kembali ke tempat Felix berada. Meski sejujurnya Minho tidak pernah terpikirkan akan kembali kemari. Bahkan rasanya Minho selama hidup juga tidak pernah terpikirkan akan menginjakkan kaki di tempat rehabilitasi untuk jiwa-jiwa yang memiliki gangguan dan diharapkan bisa sembuh dengan bantuan profesional.
 
"Apa Anda mengatarkan pesanan makanan kemari?" Sapaan penjaga di pintu depan dengan pandangan yang menyelidik.
 
Sejujurnya Minho paham kalau diberikan tatapan seperti ini. Waktu pertama kali datang, dia juga mendapatkan tatapan yang sama karena datang dengan kostum badut Ronald McDonald yang tidak ramah dilihat untuk orang-orang—sejujurnya Minho sampai sekarang mempertanyakan kenapa ini bisa menjadi ikon fast food dari Amerika sana—dan sekarang datang dengan tampilan normal.
 
Meski Minho rasa tatapan menyelidik ini karena tidak banyak orang normal yang bukan bagian dari keluarga yang dirawat untuk datang kemari.
 
"Saya ingin bertemu dengan Felix Lee."
 
"Anda siapanya Tuan Muda Lee?" Pertanyaan yang tidak ramah itu membuat Minho menahan diri untuk tidak menjawab secara spontan yang kemungkinan besar memancing perdebatan. 
 
Jadi Minho memutuskan untuk tersenyum, "Aku temannya Felix, yang waktu itu datang sebagai badut McD."
 
"Memangnya sudah membuat janji dengan Tuan Muda Lee?"
 
Minho sebenarnya ingin mengeryit karena mendengar Felix disebut sebagai 'Tuan Muda Lee', tetapi memutuskan untuk tetap bersikap tenang. "Dia bilang kalau aku ingin mengunjunginya bisa langsung datang."
 
"Saya akan menghubungi Tuan Muda Lee untuk memastikan."
 
"Memangnya dia punya ponsel?" Minho meruntuk dalam hati karena tidak bisa menahan mulutnya lebih lama untuk tidak langsung merespon ucapan yang ditunjukkan kepadanya. Namun, yang tidak diduga Minho adalah penjaga tersenyum kepadanya dan menempelkan kartu akses sehingga pintunya terbuka.
 
"Bilang kepada Tuan Muda Lee, terima kasih dengan hadiah kuenya. Padahal dia yang berulang tahun, tetapi yang malah memberiku hadiah."
 
Minho sejujurnya kebingungan harus merespon seperti apa, tetapi setidaknya refleks untuk mengangguknya berguna. Begitu melangkah masuk, pintu di belakangnya tertutup dan sudah tidak ada jalan mundur dari sini. Minho berusaha mengingat jalan menuju ruangan Felix, tetapi berpapasan dengan perawat Park.
 
"Minho si Tuan badut?" Sapaan itu membuat wajah Minho masam dan perawat Park tertawa. "Maaf ... maafkan aku. Aku terbiasa mengikuti julukan yang Felix berikan kepada seseorang saat bercerita kepadaku."
 
"Tidak apa-apa, dia tidak salah." Minho menghela napas. "Apa aku bisa bertemu dengan Felix?"
 
Perawat Park mengerjapkan matanya tiga kali, lalu menatap Minho tidak percaya. "Kamu ingin bertemu dengannya? Kenapa?"
 
Sebenarnya Minho juga tidak mengerti, tetapi memutuskan untuk tersenyum. "Hanya ingin memastikan dia tidak bersedih seperti saat melihatku pertama kali?"
 
Minho pikir, setelah memberikan jawaban seperti itu maka dirinya akan digiring untuk menemui Felix. Bukan mendapatkan tatapan dingin dari perawat Park dan seolah tawa tadi dari perempuan itu kurang dari semenit yang lalu tidak pernah nyata.
 
"Apa kamu merasa kasihan dengan Felix sehingga memutuskan untuk kemari?" tanyanya tanpa ekspresi. "Kalau hanya merasa kasihan, aku bisa mengantarmu keluar dari sini. Felix tidak perlu dikasihani, tidak tidak selemah pemikiranmu."
 
"Aku tidak mengasihaninya. Aku hanya khawatir dengan keadaannya."
 
"Dia baik-baik saja, tidak perlu khawatir." Jawaban yang entah Minho rasa sebagai jawaban standar yang seolah sudah dikatakan oleh pertawat Park ribuan kali kepada orang-orang. "Aku bisa mengantarmu ke depan, Minho. Mari ikuti aku."
 
Minho tidak mengikuti langkah perawat Park dan hanya berbalik untuk searah dengan perempuan itu. "Kenapa aku tidak boleh menemui Felix? Apa dia tidak boleh memiliki teman dari luar? Memangnya dia tidak kesepian hanya bertemu denganmu dan orang-orang yang memiliki masalah yang sama dengannya?"
 
Langkah perawat Park terhenti dan kemudian berbalik memandang Minho. Sejujurnya Minho kesal karena dianggap datang dengan niat buruk, meski dia sendiri tidak paham untuk alasannya merasa semarah ini. Minho menyadari emosinya memang mudah tersulut untuk merasa kesal, tetapi bukan dititik yang dirasakannya sekarang.
 
"Apa kamu hanya datang untuk memuaskan rasa penasaranmu, Minho?" Perkataan perawat Park membuat Minho mendelik. "Aku sudah melihat orang-orang yang sepertimu, datang untuk Felix dengan alasan berteman, tetapi kemudian hanya untuk membuatnya bersedih karena berhenti mengunjunginya setelah rasa penasarannya terpenuhi."
 
"Aku tidak berpikiran seperti itu!"
 
"Bagaimana aku bisa yakin dirimu tidak seperti mereka yang pernah datang dan pergi untuk Felix?"
 
Minho melepaskan sebelah tali ransel dari bahunya dan membawanya maju ke depan. Membuka tasnya dan mengeluarkan album 2PM terbaru. "Aku tidak akan membuang waktuku untuk mencari album lagu yang dia gumamkan dan menyadari kalau tidak bisa menemukannya lagi sehingga membelikannya yang baru."
 
Perawat Park tidak mengatakan apa pun, tetapi Minho menyadari jika tatapan mata perempuan itu terkejut dengan yang dibawanya.
 
"Dia waktu ditinggal berduaan denganku menggumamkan Heartbeat two PM dan aku masih belum berhasil membelikan untuknya." Minho menghela napas dan menutup tasnya. Tidak memasukkan album 2PM di tasnya dan menyampirkan tali ransel ke bahunya kembali. "Kalau memang aku hanya penasaran dengannya, aku tidak perlu repot mencarikan album tahun dua ribu sembilan. Juga seharusnya sekarang aku bekerja sampingan sebagai badut entah di mana dan bukan berada di sini."
 
Perawat Park tidak mengatakan apa pun dan Minho berbalik. Berjalan dengan sisa ingatannya untuk menuju ruangan Felix dan kemudian mendengar suara langkah yang cepat ke arahnya. Kemudian merasakan sebelah bahunya yang dipegang dan dipaksa untuk berbalik ke belakang. Ternyata perawat Park dan menatap Minho dengan mengintimidasi.
 
"Apa tujuanmu sebenarnya, Lee Minho si Tuan badut?"
 
"Seperti perkataanku, aku ingin menjadi temannya, perawat Park Minyoung-ssi." Minho menatap tanpa emosi kepada perempuan itu. "Kalau tidak keberatan, apa dirimu bisa mengantarku untuk bertemu dengan Felix? Aku ingin mengganti kado ulang tahunnya dengan sesuatu yang tidak traumatis." Perawat Park terbelalak mendengar perkataan Minho, sementara dia melepaskan tangan perempuan itu dari bahunya. "Iya, kado syal merah itu bukan dari orang tua Felix, tetapi dariku dan aku bertanggung jawab atas pingsannya hari itu."
 
Minho tidak tahu apakah semua perkataannya cukup untuk membuat perawat Park mempercayainya. Namun, saat akhirnya bertemu dengan Felix yang tengah berada di depan kolam ikan dengan tatapannya tampak kosong—yang mengejutkan, dia diantarkan oleh perawat Park—dan mendadak Minho lupa caranya memperkenalkan diri dengan orang asing.
 
Mengenalkan diri sebagai badut yang tempo hari datang di ulang tahunnya dan menyebabkan pingsan dengan hadiah yang dipilihnya seadanya sepertinya bukan pilihan yang bagus. Namun, tiba-tiba memberikan album KPOP kepada Felix sementara Minho tidak yakin dikenali oleh lelaki itu karena tidak menggunakan riasan badutnya juga pasti akan berakhir dirinya dianggap menyeramkan.
 
"Tuan, Anda siapa?" Suara itu membuat lamunan Minho buyar dan Felix menatapnya dengan tanda tanya. "Apa Tuan tersasar saat mengantarkan makanan kemari? Aku bisa mengantarkanmu ke tempat yang tepat."
 
Sebenarnya kenapa semua orang yang melihatnya—sebenarnya hanya dua dengan Felix—begitu melihatnya mengira dia adalah pengantar makanan dari restoran?
 
Apa mukanya begitu pasaran ya?
 
"Tuan..." panggilan itu membuat Minho menatap Felix, "aku tidak gila, kalau itu yang Tuan khawatirkan saat mendengar tawaranku."
 
Apa memang semua orang luar yang bertemu dengan Felix menganggap lelaki itu gila karena berada di sini?
 
"Untukmu," Minho memutuskan untuk mengulurkan tangan yang memegang album 2PM yang membuat Felix menatapnya, kebingungan, "juga jangan memanggilku Tuan. Aku badut yang waktu itu membuatmu pingsan karena hadiah asalku, jadi ini gantinya."
 
"Apa?"
 
"Aku tidak bisa menemukan album yang lagunya kamu nyanyikan saat meloncat-loncat di kamar." Minho bisa melihat wajah Felix yang benar-benar kebingungan dan membuatnya sedikit merunduk untuk menarik sebelah tangan lelaki itu agar menerima album yang diulurkan tangannya yang lain. "Namaku Minho, Lee Minho dan selamat ulang tahun, Felix Yongbok Lee."
 
***

"Minyoung noona, sepertinya aku menemukan pangeranku." Felix tersenyum dan perawat Park yang datang membawa nampan berisi obat serta air mineral yang harus diminum lelaki itu, mengernyit.
 
"Pangeran?" Perawat Park mengulang perkataan Felix dan melihatnya mengangguk antusias. "Pangeran Eric dari film Ariel ya?"
 
"Bukan pangeran dari kartun!" Felix cemberut dan perawat Park tersenyum. Meletakkan nampan yang dibawanya di nakas dekat tempat tidur Felix, lalu menarik satu kursi untuk mendengarkan cerita pasien yang khusus ditanganinya karena pihak rumah sakit menyadari kalau lelaki itu menyukai kehadirannya. "Pangeran dari dunia nyata, tapi dia tidak datang dengan kuda putih seperti film. Dia datang dengan menjadi badut!"
 
Perawat Park tersenyum dan mendengarkan cerita Felix dengan seksama. Meski dikepalanya timbul kepanikan kalau Felix hanya menyukai Minho karena ada orang asing yang peduli dengan datang mengunjunginya. Namun, tentu dia tidak bisa mengatakan hal sejahat itu karena suasana hati Felix adalah hal yang perlu dijaganya atau akan terjadi hal-hal buruk nantinya.
 
Sementara itu, Minho yang berdiri di dalam bus yang membawanya pulang menuju apartemennya—karena tidak kebagian kursi—sibuk mencari tentang Peterpan syndrome yang Felix katakan kepadanya. Namun, kepalanya terasa pusing karena sejak tadi penjelasan yang ditemukannya sangatlah sedikit dan begitu ada, justru kebanyakan tentang keterkaitan film kartun Peterpan dalam kultur pop, bukan dalam konteks psikologi saintifik.
 
"Lama-lama aku bisa gila karena Felix Yongbok Lee."
 
*** 
 
Author Note:

 
Sebuah gambaran badut McD yang diperankan oleh Minho dan alasan Felix merasa senyumannya yang menyeramkan. Serta semoga mengerti alasan judulnya "When Clown and Peterpan Meet" ya.
Read More