Thursday, October 22, 2020

Pagi Hari Minggu Itu


Bunyi bel di apartemen membuat Wooseok yang tengah menyiapkan bekalnya, menghentikan kegiatannya. Menatap jam di dindingnya dan ternyata Jinhyuk datang tepat waktu. Saat membuka pintu, Jinhyuk tersenyum kepada Wooseok dan dia tidak mengatakan apapun. Membuka pintu apartemen lebih besar sehingga Jinhyuk bisa masuk dan Wooseok berjalan terlebih dahulu.

"Aku masak nasi goreng soalnya gak mau buang nasi," Wooseok menjelaskan saat Jinhyuk menatap meja makan sudah ada dua piring nasi goreng, "dan kamu kursi sebelah kiri. Telur matang, tapi gak kering dan pakai micin bukan garam."
 
"Kamu masih ingat?"
 
"Andai melupakanmu adalah hal mudah."
 
Jinhyuk mendengarnya hanya meringis, meski tidak bisa memungkiri kalau dirinya merasa senang. Wooseok baru duduk di depan Jinhyuk beberapa saat kemudian dan selama masa menunggu, lelaki itu melihat-lihat area dapur yang desainnya sama persis seperti miliknya. Namun, pengamatannya terus berlanjut, tetapi kali ini berpindah ke arah Wooseok yang tengah makan di depannya sembari melihat HP-nya.

Dia pikir, semua hal yang pada Wooseok itu sama seperti terakhir diingatnya. Namun, saat mengamati Wooseok dari jarak seperti ini, Jinhyuk sadar bahwa semuanya telah berubah. Tentang kebiasaan makan Wooseok yang biasanya anti memegang HP, sekarang memegang HP sembari jari-jarinya mengetikkan sesuatu. Wajah Wooseok juga sedikit berbeda karena ada riasan yang tidak tebal, terutama bagian matanya yang menggunakan eye shadow berwarna natural, tetapi ada kilau dari glitter yang entah di mata Jinhyuk terlihat tepat berada di kelopak mata lelaki itu.

"Kamu mau mulai makan kapan?" suara itu membuat Jinhyuk kaget dan Wooseok sekarang menatapnya dengan galak. Membuat Jinhyuk tanpa sadar tersenyum, karena Wooseok yang dikenalnya ternyata masih memiliki hal yang sama seperti terakhir kali diingatnya. "Aku enggak suka dilihatin saat makan dan kalau aku selesai makan, kamu belum menghabiskan makananmu, aku pergi sendiri."

"Astaga, jangan dong, Seok."

"Makanya mulai makan."

Jinhyuk meringis karena Wooseok memberikannya tatapan tajam. Salahnya memang karena mengamati Wooseok, tetapi mana bisa Jinhyuk mengabaikan lelaki itu kalau berada di jarak kurang dari satu meter dan seindah itu?

Kalau ada yang bisa dibilang untung, kecepatan makan Wooseok itu tetap sama seperti yang terakhir diingat Jinhyuk, cukup lambat dan ditambah dengan lelaki itu sering berhenti menyendokkan makanan ke mulut untuk mengeti sesuatu yang entah apa itu. Jinhyuk membuat asumsi, antara Wooseok membalas pesan seseorang di aplikasi chat atau ... membalas mention atau DM dari akun Twitter. Meski Jinhyuk masih kurang yakin kalau pemilik lunarzied adalah Wooseok, karena seingatnya lelaki itu selalu menulis antara kisah laki-laki dan perempuan.

Lalu, Jinhyuk tersadar kalau nasi goreng di piring Wooseok sisa sedikit dan membuatnya berusaha secepat mungkin makan. Berakhir tersedak dan Wooseok segera menyodorkan segelas air yang membuat Jinhyuk menandaskannya hingga habis. Saat tatapan keduanya bertemu dan napas Jinhyuk yang tersengal-sengal karena tersedak, Wooseok menghela napas panjang.

"Bodoh, makannya pelan-pelan aja."

"Kamu bilang mau ninggalin aku kalau kamu selesai duluan dari aku."

"Dan aku sudah berusaha dua kali lebih lambat dari biasanya, bodoh!" Jinhyuk tersentak saat mendengar Wooseok yang sedikit meninggikan suaranya, lalu melihat lelaki itu kembali menghela napas. "Makannya gak usah buru-buru. Aku tungguin meski aku habis duluan."

"Maaf, Seok."

"Aku sepertinya harus mempertegas kepadamu kalau kata maafmu tidak akan kuterima," Wooseok menatap Jinhyuk, "jadi daripada kamu mengumbar kata yang tidak aku terima, lebih baik lakukan dengan perbuatan untuk menunjukkan rasa sesalmu itu."

Jinhyuk tahu, kalau Wooseok sudah mengatakan seperti itu maka itu adalah keputusan final. Wooseok memang keras kepala seperti yang diingatnya dan kalau tidak bisa memberikan alasan yang valid untuk mengubah pandangannya, maka sikapnya akan tetap sama. Pada akhirnya, Jinhyuk hanya bisa tersenyum dan melanjutkan sarapannya tanpa kata. Wooseok juga tampaknya tidak ingin mengajak berbicara Jinhyuk dan seharusnya suasananya terasa aneh.

Namun, nyatanya Jinhyuk merasa begini lebih baik. Karena setidaknya mereka masih berhadapan satu sama lain, hal yang bahkan tidak pernah Jinhyuk bayangkan bisa terjadi lagi setelah kejadian waktu itu. Pada akhirnya, Wooseok selesai makan terlebih dahulu dan beranjak untuk mencuci piringnya. Saat kembali, Jinhyuk sudah menghabiskan sarapannya dan dia dengan cepat mengangkat piringnya saat Wooseok hendak mengambilnya.

"Aku yang cuci piringnya sendiri."

"Oh, oke."

Setelah mencuci piring, akhirnya mereka berdua keluar dari apartemen Doyoung dan berjalan bersisian menuju lift. Sembari menunggu, Jinhyuk melirik Wooseok yang masih memegang HP dan dia bisa melihat Twitter yang terbuka, foto profil gambar berwarna hijau yang sepertinya memang lunarzied.

"Kenapa serius sekali mengintip HP-ku?" pertanyaan itu membuat Jinhyuk salah tingkah dan berakhir mengusap tengkuknya. "Kenapa aku tanya, Jinhyuk?"

"Kamu ... lunarzied?"

"Bukannya kamu sudah tahu?" 
 
Wooseok tampak tidak terganggu dengan pertanyaan Jinhyuk dan masuk ke dalam lift yang pintunya terbuka. Jinhyuk segera menyusul langkah Wooseok dan berdiri di sebelahnya. Waktu itu dia memang hanya asal menebak lunarzied adalah Wooseok, tetapi kenapa saat tahu kebenarannya malah merasa lega? Seolah selama ini meski mereka tidak mengetahui keberadaan satu sama lainnya, tetapi tetap terhubung di tempat yang paling tidak terduga.

"Seok, serius kamu lunarzied?" Jinhyuk benar-benar penasaran sekarang. "Kenapa sekarang kamu mainnya di rps? Bukannya dulu mengambil jalur umum?"

"Bosan di jalur umum."

"Loh kenapa?"

"Memangnya orang bosan butuh alasan?"

Jinhyuk tidak menjawab karena pintu lift terbuka di lantai 1 dan orang lain yang berada di dalam lift bersama mereka, keluar. Keduanya tidak keluar karena menuju lantai dasar. Pintu lift kembali tertutup dan Jinhyuk memilih untuk menatap Wooseok dari sisi ini. Entah memang fungsi makeup untuk memperindah seseorang atau memang pada dasarnya Wooseok sudah indah, rasanya Jinhyuk bisa memandangi lelaki itu seharian.

Pintu lift kembali terbuka dan Wooseok melangkah duluan, kemudian berhenti dan menoleh ke arah Jinhyuk. Membuatnya khawatir kalau membuat Wooseok marah karena terang-terangan mengamatinya tadi. Kemudian, Jinhyuk merasa lega saat mendengar perkataan Wooseok, "mobil kamu yang mana? Aku gak tahu."

"Tunggu di sini aja, aku keluarin mobilku dulu dari parkiran."

"Kelamaan, aku ikutin kamu aja."

Jinhyuk mendengarnya hanya tersenyum dan berjalan lebih dahulu, tetapi tidak melangkah secepat biasanya karena ingin Wooseok berjalan di sisinya. Kecepatan jalan Jinhyuk itu di atas rata-rata orang biasa, jadi seringkali mendapatkan protes untuk memelankan jalannya atau membuat terpisah dari rombongan. Biasanya, Jinhyuk selalu beralasan kalau tidak bisa mengatur kecepatannya, padahal kenyataanya dia hanya tidak ingin melakukannya.

Karena orang yang bisa membuat Jinhyuk memelankan langkahnya hanyalah Wooseok dan dia tidak ingin memberikan privilese itu kepada orang lain.

Jalanan hari Minggu cukup lengang dari hari biasanya dan sampai di tujuan lebih cepat dari biasanya. Meski sepanjang jalan keduanya tidak berbicara apa pun, tetapi Jinhyuk tidak mempermasalahkannya karena mendengar Wooseok yang bergumam mengikuti lagu yang diputar di radio. Namun, Wooseok tidak kunjung turun dari mobil meski sudah melepaskan sabuk pengaman dan membuat Jinhyuk bingung.

Baru Jinhyuk ingin bertanya ada apa, Wooseok sudah berkata, "kamu mendingan cari hotel terdekat terus tidur."

"Ya?"

"Kamu mungkin bisa membohongi orang lain, tapi aku lihat kamu sejak tadi berusaha menahan kuap." Wooseok menatap Jinhyuk, lalu tersadar dia memilih kata yang mungkin tidak dimengerti. "Kuap itu maksudku menguap."

"Eh? Iya, makasih udah dijelasin."

Wooseok membuka pintu, dan mengeluarkan salah satu kakinya. Lalu, kembali menatap Jinhyuk, "aku enggak tahu alasanmu tidak tidur kemarin, tetapi kalau masih karenaku, aku minta maaf."

Jinhyuk ingin menjelaskan bukan seperti itu (meski memang benar perkataan Wooseok), tetapi lelaki itu sudah keluar dari mobilnya dan menutup pintu. Jinhyuk terdiam dan memandang Wooseok yang berjalan menjauh dari mobil dari kaca depan. Seharusnya, Jinhyuk tidak tersenyum karena membuat Wooseok merasa bersalah karena mengira dirinya tidak tidur karena lelaki itu, tetapi tubuhnya sepertinya punya pikiran sendiri.

Bohong kalau Jinhyuk tidak senang karena dikhawatirkan oleh Wooseok.

No comments

Post a Comment