Seungyoun mengantarkan Jinhyuk ke kampus pada Senin pagi dan bilang saat jam makan siang akan menjemputnya. Sebenarnya Jinhyuk berpikir memangnya waktu yang dihabiskan Seungyoun di jalan untuk makan siang bersamanya tidakkah sia-sia, tetapi dia memilih untuk mengiyakan saja. Bisa saja Seungyoun menggunakan cara yang biasa Jinhyuk lakukan, menyewa helikopter untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan cepat.
"Prof, anda tidak apa-apa?" sapaan Subin membuat Jinhyuk tidak bisa menahan keherannya.
"Tumben bertanya seperti itu?" Jinhyuk memandang Subin. "Tapi saya tidak apa-apa. Terima kasih sudah bertanya." Lalu Jinhyuk teringat dengan kehadiran Subin di hari Jum'at yang seharusnya dia tidak ada di sana. "Ngomong-ngomong, kenapa waktu itu kamu ada di ruangan?"
"Mengambil buku yang ketinggalan."
"Oh."
Jinhyuk pikir Subin tidak akan memberikan pertanyaan apa pun dan dia memutuskan untuk mengecek materi yang harus diberikan saat mengajar nanti. Namun, Jinhyuk berhenti menatap layar laptopnya dan memandang Subin saat namanya dipanggil.
"Ya, Subin?"
"Apa anda mencintai kak Seungwoo?" Jinhyuk mendengarnya merasa heran, karena tidak biasanya asistennya ini mau ikut campur urusan orang lain. "Maaf saya lancang. Saya hanya penasaran."
"Saya tidak mencintainya lagi." Jinhyuk tidak pernah tahu mengatakan hal ini membuatnya bisa terdiam beberapa saat. Mungkin karena tidak menyangka akan tiba hari dirinya bisa mengatakan hal ini. "Lagipula dia sudah menikah dan meski di masa lalu saya menjadi orang jahat dikehidupan pernikahan mereka, rasa itu sudah tidak ada lagi."
"Kalau kak Seungwoo bilang cinta kepada Prof. apa yang akan anda lakukan?"
"Memangnya kenapa bertanya seperti itu? Kamu suka sama Seungwoo?"
"Cintanya saya sudah berada di dunia lain," sahut Subin yang membuat Jinhyuk teringat soal gosip bahwa Subin menolak semua orang yang menyatakan cinta kepadanya karena masih belum move on dari pacarnya yang meninggal karena kecelakaan, "saya bertanya hal itu karena saat anda meninggalkan ruangan ini, saya masih tinggal dan mendengar pertengkaran kak Seungwoo dan suaminya tentang perceraian mereka."
Jinhyuk mendengarnya terdiam. Kalau hal ini terjadi beberapa bulan yang lalu, mungkin dirinya sangatlah senang. Namun, entah kenapa saat mendengarnya sekarang rasanya aneh. Rasanya menjadi kasihan kepada Seungsik, meski hari Jum'at kemarin mereka bertengkar sampai adu fisik dan melemparkan sumpah serapah. Kalau Jinhyuk yang beberapa bulan yang lalu mendengar berita ini, dia dengan mudah bisa berkata bahwa itu adalah karma Seungsik.
"Saya hanya terpikirkan soal anda saat mendengar hal itu," Subin memandang Jinhyuk dan tangannya memegang beberapa buku penunjang serta bahunya tersampir tali tas, "maaf kalau ikut campur, tetapi saya harap anda memilih dengan bijak tentang hal yang terbaik."
Jinhyuk melihat Subin beranjak dari mejanya dan melangkah menuju pintu keluar, tanpa sadar membuatnya memanggil, "Subin."
Lelaki itu menoleh dan menatap Jinhyuk. "Ya, Prof.?"
Jinhyuk ingin bertanya tentang Subin yang mendadak perhatian kepadanya. Atau tentang hubungan Subin dengan Seungwoo sebenarnya seperti apa. Namun, yang dikatakannya adalah, "ah, tidak apa-apa. Kamu ke perpustakaan ya? Jangan lupa makan siang kalau sudah jamnya."
"Baik."
Bunyi pintu yang tertutup membuat Jinhyuk menghela napas panjang. Memandang layar laptopnya, kemudian lagi-lagi menghela napas panjang. Perkataan Subin tentang Seungwoo dan Seungsik yang akan bercerai cukup membuatnya terganggu. Jinhyuk itu tidak pernah menyesali apa yang dilakukannya, meskipun hal itu termasuk salah. Hanya saja, sekarang dia merasa bersalah karena sikap egoisnya di lima tahun yang lalu.
Sepertinya memang benar cerita di Sto8 yang dibaca Jinhyuk, bahwa dia bisa saja jadi protagonis di kehidupannya, tetapi menjadi antagonis di kehidupan orang lain.
No comments
Post a Comment