Pada Akhirnya, Hidup Tentang Memilih

Friday, August 28, 2020

No comments

Saat Jinhyuk memilih menu makan siang, Seungyoun mengamati lelaki yang duduk di depannya itu. Berpikir bahwa hidup itu memang maha membolak-balikkan keadaan. Seungyoun dulu mana berpikir akan bisa mengutamakan seseorang dalam hidupnya karena orang yang bisa membuatnya seperti itu sudah tidak ada. Namun, orang itu nyatanya sekarang ada di hadapannya dan saat tatapan keduanya bertemu, Seungyoun tersenyum.

"Kenapa deh lo begitu?"

"Gue mikir aja, Hyuk. Hidup kayaknya bisa banget membolak-balikkan keadaan." Seungyoun tetap mempertahankan senyumannya. "Kayak ... gue gak berharap kalau akan ada momen kayak begini di hidup, tapi di sinilah kita sekarang."

"Oh."

Setelah memesan makan siang, Jinhyuk berpikir bagaimana cara membawa hal yang membuatnya kepikiran sejak tadi pagi. Sepertinya Seungyoun sadar jika Jinhyuk ingin mengatakan sesuatu, dia berkata, "kenapa?"

"Gue bingung harus mulai cerita dari mana."

"...ya cerita aja?" Seungyoun juga tampak heran dengan perkataan Jinhyuk. "Ini bukan lagi nulis cerita yang mana harus ada pembuka yang membuat seseorang penasaran."

"Gue kalo cerita suka bikin orang salah paham."

"Gue bakalan nanya ke lo kalau gak paham, biar gak salah paham."

Jinhyuk mendengarnya hanya menghela napas. Namun, tidak langsung mengatakan maksudnya karena minuman pesanan mereka disajikan ke meja dan Jinhyuk mengucapkan terima kasih kepada pelayan yang mengantarkannya.

"Jadi ... tadi pagi gue denger berita yang bikin kepikiran." Jinhyuk memulai ceritanya tepat saat Seungyoun menyedot minumannya. "Lalu kepikiran, kalau mendengar hal itu beberapa bulan yang lalu, mungkin gue senang banget."

"Emangnya sekarang lo merasa apa pas dengar itu?"

"Bersalah." Jinhyuk menghela napas. "Gue pikir menginginkan orang ini sebegitu besarnya, tapi ternyata gak juga."

Seungyoun menduga ini tentang Seungwoo, tetapi dia tidak berpikir macam-macam. "Kenapa sampai mikir kayak gitu?"

"Karena gue sama lo," Jinhyuk menatap Seungyoun, "ternyata gue bisa menyayangi orang lain dan lupa sama eksistensinya jika bersama lo. Gue pikir dia segalanya, ternyata gak juga."

"Gue senang mendengarnya," Seungyoun tersenyum, "karena perasaan gue gak hanya satu arah aja."

"Tapi mereka mau cerai dan itu karena gue."

"Lo emang pernah intervensi kehidupan mereka di masa lalu, tapi kalau akhirnya mereka berpisah maka bukan sepenuhnya salah lo," Seungyoun menatap Jinhyuk, "karena lo gak akan mungkin bisa masuk ke dalam kehidupan Seungwoo dan Seungsik kalau gak ada yang salah dari mereka sejak awal."

"Kenapa lo tahu yang gue maksud mereka?"

"Oh benar?" Seungyoun malah tertawa, tetapi entah mengapa hatinya merasa lebih lega karena tebakannya benar. "Gue hanya berpikir yang bisa membuat lo down belakangan ini mereka, jadi gue nebaknya begitu."

"Oh gitu."

"Tapi, Hyuk," Seungyoun menatap Jinhyuk dan menggengam tangan lelaki itu, "gue harap lo mulai belajar bercerita dengan utuh. Bukan memaksa sih, lo bisa cerita begini aja gue udah senang sebenernya."

"Gue sedang belajar, Youn."

"Iya, gue bisa lihat usaha lo."

Tautan tangan mereka terlepas karena makanan mereka sudah dihidangkan. Keduanya berbicara seputar hal-hal remeh yang terjadi di sekitar mereka hari itu. Seungyoun mengeluhkan tentang Yuvin yang tahu-tahu hari Minggu ini akan menikah dengan Kookheon. Membuatnya makin pusing karena Yuvin dua kali menjadi lebih menyebalkan di kantor, entah bawaan dia hamil atau karena mendekati masa cuti menikahnya. Jinhyuk bercerita tentang mahasiswanya yang membuat kegaduhan di kelas karena salah menampilkan presentasi. Bukannya menampilkan presentasi tentang materi, malah menampilkan presentasi tentang menyatakan perasaan kepada orang yang disukainya.

Selesai makan siang dan membayar makanannya, keduanya melangkah menuju parkiran mobil. Jinhyuk membiarkan Seungyoun menggandengnya dan membukakan pintu untuknya. Jalanan tetap macet seperti biasanya dan lagu diputar oleh Seungyoun sejujurnya membuat Jinhyuk sedikit mengantuk.

"Hyuk," panggilan itu membuat Jinhyuk melirik Seungyoun, "jangan dipikirkan."

"Mikir apa? Spesifik kalau ngomong."

"Jangan dipikirkan tentang Seungwoo dan Seungsik," Seungyoun menjalankan mobilnya dengan pelan, lalu mengerem karena mobil di depannya berhenti, "apa pun keputusan yang mereka pilih, itu bukan urusan lo. Hidup ini pada akhirnya tentang memilih dan gue harap lo memilih untuk gak memikirkannya."

"Tapi gue jahat."

"Ya terus? Udah terjadi juga," Seungyoun melirik Jinhyuk, "mau disesali kayak gimana itu udah terjadi. Lo hidup di masa sekarang dan pikirkan aja soal diri sendiri. Lagian kita emang tercipta untuk jahat dikehidupan seseorang sih."

"Padahal Seungsik teman lo, kenapa malah milih bela gue, Youn?"

"Karena gue anaknya gak adil sih. Jadi ya gitu."

"Kalau perkataan lo didengar dia pasti gak dianggap teman lagi."

"Kayak gue emang dianggap teman beneran sama mereka-mereka?" Seungyoun menjalankan mobilnya. "Mereka cuma ingat gue kalau ada maunya dan kalau udah tercapai, yaudah. Kayaknya yang beneran bisa gue anggap teman cuma Yuvin."

"Gelap juga ya pemikiran lo soal perteman." Respon Jinhyuk itu membuat Seungyoun tertawa pelan. "Gue pikir punya Wooseok, Sejin dan Byungchan doang sebagai teman udah paling aneh di dunia ini, ternyata ada yang lebih minus lagi dalam dunia pertemanan ini."

"Punya banyak teman itu melelahkan. Mendingan sedikit, tetapi berkualitas dan mengerti tentang lo tanpa harus menjelaskan apa yang terjadi."

Tepat setelah mengatakan hal itu, mobil mereka memasuki area kampus. Jinhyuk sebenarnya masih ingin bercerita, tetapi realitasnya dia harus kembali bekerja dan itu menyebalkan. Sepertinya baru kali ini Jinhyuk merasa tidak senang harus kembali bekerja sepanjang sejarahnya mengabdi sebagai dosen.

"Jinhyuk," panggil Seungyoun saat lelaki itu membuka pintu. Membuat Jinhyuk menoleh dan Seungyoun tersenyum, "gue sayang lo."

Jinhyuk terdiam beberapa saat karena tidak tahu harus merespon apa, yang membuat Seungyoun tertawa. Tentu saja Jinhyuk menjadi kesal sendiri dan berkata, "gak usah jadi buaya ngomong sayang!"

Bunyi pintu yang di tutup dengan kencang membuat Seungyoun menggelengkan kepalanya. Seungyoun tidak berharap Jinhyuk akan merespon dengan mengatakan hal yang sama. Hanya saja, setidaknya dia akan membuat Jinhyuk terbiasa dengan kata cinta yang akan selalu dilontarkannya.
Read More

Penyesalan Memilih Judul Skripsi

Monday, August 24, 2020

No comments

"Makanya pas daftar itu dipikir dulu dosennya bakalan dapat siapa? Udah macam ini mau nyesel rasanya percuma." Komentar Sejun tidak membantu bagi Seungyoun. Justru sekarang dalam hati dia mengumpat Yury yang tidak bilang kepadanya kalau mulai semester ini akan pindah ke Vietnam. Padahal Seungyoun sudah memberikan sajen kepada dosennya sekaligus tetangganya di Jakarta sana. "Kalau kayak gini berlaku gak sih penyesalan itu di akhir dan kalau penyesalan di awal namanya pendaftaran? Lah lo sendiri mendaftarkan diri buat penyesalan secara sukarela."

"Diem, asu!"

"Lah apaan?!" Sejun tidak terima dimaki oleh Seungyoun. "Aku cuma ngomong fakta ya ke kamu, malah dikatain. Untung Lea gak di sini, kalo gak abis dijitak karena berkata kasar."

Seungyoun rasanya ingin menarik judul skripsinya. Namun, kalau itu dilakukannya sama saja membuatnya harus kehilangan uang semesterannya, lulus telat dan harus mengulang mengambil data di perusahaan selama 3 bulan. Sia-sia usaha kerasnya saat semester 7 yang kerja praktek di perusahaan sekaligus untuk mencari data untuk skripsinya.

"Kenapa sih gue dapat kombo neraka? Udah mas Seungwoo itu nyebelinnya bukan main, mas Seungsik sensian sama gue dan skripsi gue itu jarang yang bahas."

"Ya lo juga kepinteran milih tema," Sejun berkomentar dan membuka kaleng sodanya. Sedang bertaubat dari minuman bir karena sedang skripsi, nanti hidupnya dipersulit oleh dunia kalau bikin orang lain sebal dengannya, "udah tahu overpressure itu jarang dibahas, harusnya mikir dong lo itu emang bagiannya dua orang itu di kantor. Beneran kan lo ditekan di titik maksimal dengan kombo neraka?"

"Tapi bang Yury udah janji mau jadi dosbing utama gue! Napa pas injury time malah ganti ke mas Seungwoo?!"

"Dikata ini main bola sampe pake injury time?" Sejun memutar matanya. "Udah tahu di dunia ini yang bisa dipegang cuma duit, percaya aja sama omongan orang. Makan tuh omongan orang."

"Lo dari tadi bacot mulu macam bebek. Kasih solusi kek, bangsat!"

"Aku tahu kamu udah mikir solusinya, tapi cuma butuh kepastian aja. Bebas sih mau melakukannya apa enggak, udah gede juga masa hidup keputusannya ikutin kata orang?"

"Kok minta digampar ya lo?"

"Lah kamu cewek apa? Salah mulu aku di matamu."

Seungyoun melempar bantal ke kepala Sejun yang tentu saja dibalas lelaki itu dengan dipukulkan bantal ke kepalanya. Sayangnya, adegan itu dilihat oleh Lea yang baru pulang membeli kebab.

"Ejun kamu kenapa nimpuk Uyon?!" Lea segera menghampiri dan memukul lengan Sejun dengan tenaga penuh. "Udah dibilang gak boleh ada kekerasan di depan mataku!"

"Aku dipukul olehmu itu apa juga bukan kekerasan?!" Sejun protes. "Lagian yang mulai duluan si rese ini! Aku cuma bales."

"Uyon mana mungkin mulai duluan, kamu kalau mulai duluan bisa dipercaya."

"Kok gitu?! Temenan dari SMA itu aku loh, tapi kok kamu malah lebih bela Uyon?! Apa arti persahabatan kita selama ini Lea?"

"Kamu jadi ATM aku buat beli fanbook humu sih."

"Anjis!"

"Jangan ngomong kasar, Ejun!!"

Seungyoun hanya bisa tersenyum penuh kemenangan melihat Sejun yang diomeli oleh Lea. Memang biasanya yang memulai perkara adalah Sejun, tapi kali ini yang dikatakan oleh lelaki itu kenyataanya. Sayangnya Lea sepertinya sudah tidak percaya kalau temannya tukang rusuh ini yang dizolimi duluan oleh Seungyoun karena memberikan jawaban yang menyebalkan untuknya.

Meski ... ya memang benar sih semua yang dikatakan oleh Sejun.
Read More

NOW, I'M OKAY

Sunday, August 23, 2020

No comments
Aku pikir, lebih baik membuat postingan ini untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi padaku. Bukan bermaksud untuk mencari perhatian, tetapi untuk membuat kalian tahu alasanku hilang selama beberapa saat.


Begini, sepertinya harus menjelaskan alasan sebenarnya mengapa akun shxleav bisa tercipta. Mungkin bagi kalian, akun shxleav dibuat untuk menuliskan cerita yang merupakan OTP. Namun, kenyataannya akun ini dibuat sebagai media pelarianku dari dunia nyata. Hubunganku dengan semua orang di dunia nyata sedang kacau dan dengan sisa kewarasan yang ada, aku bilang kepada diriku sendiri kalau aku masih mau hidup. Jadilah akun shxleav ini tercipta dan iya, alasan cukup gelap untuk sebuah eksistensi akun RPS.

Aku terus menulis dan mencoba melupakan apa yang terjadi di dunia nyata. Berpikir bahwa dunia kecil ini bisa membuatku setidaknya punya rasa bahagia di tengah semua hal yang membuatku berada di fase depresi. Aku takut untuk berada di fase terendahku lagi dan mendengar suara di kepalaku, lagi. Selama ini, aku selalu bilang pada semua orang kalau suara di kepalaku itu tidak jahat, dia hanya peduli padaku. Namun, hanya psikiatri aku yang tahu kalau suara di kepalaku itu ... jahat. Suaranya jelas untuk menginstruksikan untuk mati, lengkap dengan caranya untuk mati.

Sekarang kalian tahu, semoga tidak menjadi sedih karena aku menuliskan ini bukan untuk membuat orang lain sedih.

Lalu, dunia nyataku mulai berjatuhan. Semua rencanaku gagal dan sebenarnya saat membuat postingan tentang masa depan shxleav, aku ragu ini akan berhasil. Hanya saja, aku menggunakan sisa optimisme yang ada untuk mengatakan bahwa semuanya akan baik-naik saja. Nyatanya, tidak. Semuanya semakin berantakan dan aku mulai mempertanyakan semua hal yang kulakukan selama ini.

Apa aku tidak pantas punya orang yang bisa dipercaya?

Apa aku tidak pantas untuk terus melakukan apa yang aku sukai?

Apa aku tidak pantas untuk hidup?

Apa semuanya akan lebih baik jika aku hilang dari dunia ini?

Pada akhirnya, aku menangis, histeris. Aku capek jadi orang kuat. Aku capek harus memenuhi ekspetasi orang lain. Aku capek melakukan apa pun terasa salah. Aku capek harus memaklumi semua orang yang menyakitiku.

Aku capek untuk hidup.

Teman di dunia nyataku tidak menyangka bahwa aku tidak baik-baik saja. Aku masih tertawa, aku masih heboh fangirl, aku masih sibuk mengurusi event Kpop. Namun, bukankah semua manusia seperti itu? Terlihat baik-baik saja di depan orang lain, tetapi sebenarnya hancur.

Hanya saja semua orang memiliki kecepatan yang berbeda-beda untuk bangkit dan melanjutkan hidup. Sayangnya, aku termasuk cukup lama untuk bangkit. Aku punya gangguan kejiwaan, spesifikasinya tipe 2 bipolar. Di mana fase depresiku lebih mendominasi daripada fase mania (fase di mana merasakan kebahagiaan yang berlebihan).

Pada akhirnya, aku mencoba untuk bertahan hidup sekali lagi. Aku mau hidup, aku mau menyelamatkan diriku sendiri. Jadi aku melakukan langkah ekstrim, pindah psikiatri dan memulai semua pengobatan dari awal. Waktu itu, aku berusaha untuk hanya fokus kepada diriku sendiri dan mengabaikan sekitarku yang sudah berantakan itu sembari menulis. Namun, nyatanya melakukan dua hal sekaligus tidaklah mudah.

Aku memang berhasil melanjutkan hidup, tetapi aku toksik. Aku mulai membenci segala yang kulakukan, tidak merasa puas dengan semua apresiasi yang kudapatkan saat menulis dan paling terpenting ... aku benci kepada diriku sendiri. Iya tahu ini tidaklah baik, makanya aku memutuskan untuk menjauhkan diri dari orang-orang yang peduli padaku dan menjauh dari akun shxleav.

Karena aku tahu kalau tetap memaksakan diri untuk menulis, bukan tidak mungkin melakukan tindakan impulsif. Menghapus akun shxleav dan blogspot ini kemungkinan besar bisa aku lakukan kapan saja, lalu menyesalinya di kemudian hari. Aku tidak mau mengalami penyesalan lagi (meski sebenarnya aku orang yang cukup jarang merasa menyesal, bahkan untuk hal jahat yang telah kulakukan).

Hari ini, mendadak aku ingin membuka AO3 milikku. Bilang kepada temanku (yang herannya tidak menyerah untuk berteman denganku) bahwa aku ingin punya fanbook. Bukan untuk dijual, untuk dicetak sebagai konsumsi pribadi. Setelah itu, aku memutuskan untuk membuka akun shxleav dan tiba-tiba saja merasa ... aku cukup. Tidak merasakan hal-hal toksik yang selama ini kurasakan sehingga memutuskan untuk menjauh selama sementara waktu.

Duniaku masih belum kembali seperti semula (dan tidak akan pernah kembali seperti semula), tetapi setidaknya aku sadar bahwa melalui semua ini sebenarnya cuma butuh dua hal. Bahwa semua perasaan yang kurasakan itu valid dan pada akhirnya, waktu yang akan menyelesaikan segalanya.

Aku ingin kembali menulis cerita yang ingin kubaca.

Aku ingin membuat orang lain bahagia saat membaca ceritaku.

Aku tidak ingin menyesal karena tidak mencoba membuat sesuatu yang ada di imajinasiku menjadi tulisan. Lebih baik menyesal karena telah melakukannya daripada menyesal tidak pernah melakukannya.

Sekarang, aku jauh lebih baik. Hanya saja, masih jauh dari kata bahagia. Aku jarang merasa bahagia, karena saat merasakan hal itu biasanya merasa disfungsional karena hal itu terasa asing. Aku hanya bisa bilang, aku oke dan itu sudah cukup.
Read More

Berita yang Membuatnya Kepikiran

No comments

 

Seungyoun mengantarkan Jinhyuk ke kampus pada Senin pagi dan bilang saat jam makan siang akan menjemputnya. Sebenarnya Jinhyuk berpikir memangnya waktu yang dihabiskan Seungyoun di jalan untuk makan siang bersamanya tidakkah sia-sia, tetapi dia memilih untuk mengiyakan saja. Bisa saja Seungyoun menggunakan cara yang biasa Jinhyuk lakukan, menyewa helikopter untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan cepat.


"Prof, anda tidak apa-apa?" sapaan Subin membuat Jinhyuk tidak bisa menahan keherannya.

 

"Tumben bertanya seperti itu?" Jinhyuk memandang Subin. "Tapi saya tidak apa-apa. Terima kasih sudah bertanya." Lalu Jinhyuk teringat dengan kehadiran Subin di hari Jum'at yang seharusnya dia tidak ada di sana. "Ngomong-ngomong, kenapa waktu itu kamu ada di ruangan?" 


"Mengambil buku yang ketinggalan."


"Oh."


Jinhyuk pikir Subin tidak akan memberikan pertanyaan apa pun dan dia memutuskan untuk mengecek materi yang harus diberikan saat mengajar nanti. Namun, Jinhyuk berhenti menatap layar laptopnya dan memandang Subin saat namanya dipanggil.


"Ya, Subin?"


"Apa anda mencintai kak Seungwoo?" Jinhyuk mendengarnya merasa heran, karena tidak biasanya asistennya ini mau ikut campur urusan orang lain. "Maaf saya lancang. Saya hanya penasaran."


"Saya tidak mencintainya lagi." Jinhyuk tidak pernah tahu mengatakan hal ini membuatnya bisa terdiam beberapa saat. Mungkin karena tidak menyangka akan tiba hari dirinya bisa mengatakan hal ini. "Lagipula dia sudah menikah dan meski di masa lalu saya menjadi orang jahat dikehidupan pernikahan mereka, rasa itu sudah tidak ada lagi."


"Kalau kak Seungwoo bilang cinta kepada Prof. apa yang akan anda lakukan?"


"Memangnya kenapa bertanya seperti itu? Kamu suka sama Seungwoo?"


"Cintanya saya sudah berada di dunia lain," sahut Subin yang membuat Jinhyuk teringat soal gosip bahwa Subin menolak semua orang yang menyatakan cinta kepadanya karena masih belum move on dari pacarnya yang meninggal karena kecelakaan, "saya bertanya hal itu karena saat anda meninggalkan ruangan ini, saya masih tinggal dan mendengar pertengkaran kak Seungwoo dan suaminya tentang perceraian mereka."


Jinhyuk mendengarnya terdiam. Kalau hal ini terjadi beberapa bulan yang lalu, mungkin dirinya sangatlah senang. Namun, entah kenapa saat mendengarnya sekarang rasanya aneh. Rasanya menjadi kasihan kepada Seungsik, meski hari Jum'at kemarin mereka bertengkar sampai adu fisik dan melemparkan sumpah serapah. Kalau Jinhyuk yang beberapa bulan yang lalu mendengar berita ini, dia dengan mudah bisa berkata bahwa itu adalah karma Seungsik.


"Saya hanya terpikirkan soal anda saat mendengar hal itu," Subin memandang Jinhyuk dan tangannya memegang beberapa buku penunjang serta bahunya tersampir tali tas, "maaf kalau ikut campur, tetapi saya harap anda memilih dengan bijak tentang hal yang terbaik."


Jinhyuk melihat Subin beranjak dari mejanya dan melangkah menuju pintu keluar, tanpa sadar membuatnya memanggil, "Subin." 

 

Lelaki itu menoleh dan menatap Jinhyuk. "Ya, Prof.?"


Jinhyuk ingin bertanya tentang Subin yang mendadak perhatian kepadanya. Atau tentang hubungan Subin dengan Seungwoo sebenarnya seperti apa. Namun, yang dikatakannya adalah, "ah, tidak apa-apa. Kamu ke perpustakaan ya? Jangan lupa makan siang kalau sudah jamnya."


"Baik."


Bunyi pintu yang tertutup membuat Jinhyuk menghela napas panjang. Memandang layar laptopnya, kemudian lagi-lagi menghela napas panjang. Perkataan Subin tentang Seungwoo dan Seungsik yang akan bercerai cukup membuatnya terganggu. Jinhyuk itu tidak pernah menyesali apa yang dilakukannya, meskipun hal itu termasuk salah. Hanya saja, sekarang dia merasa bersalah karena sikap egoisnya di lima tahun yang lalu.


Sepertinya memang benar cerita di Sto8 yang dibaca Jinhyuk, bahwa dia bisa saja jadi protagonis di kehidupannya, tetapi menjadi antagonis di kehidupan orang lain.

Read More