Monday, September 7, 2020

Tidak Bisa Melepaskan Masa Lalu


Menghela napas, Jinhyuk melempar HP-nya ke tempat tidur, Jinhyuk duduk di pinggir tempat tidurnya dengan berbagai pikiran yang berkecambuk, tetapi bermuara pada satu nama.

Wooseok.

Seharusnya Jinhyuk tidak seperti ini hanya karena melihat Wooseok bersama lelaki yang kata Seungyoun namanya Doyoung. Namun, nyatanya Jinhyuk merasa terganggu karena Wooseok memberikan nama panggilan Doyi kepada lelaki itu, menandakan kalau mereka cukup dekat. Wooseok yang dikenal Jinhyuk memang akan membuat nama panggilan khusus untuk orang yang dirasanya cukup dekat. Seperti Dongyeol yang Wooseok panggil Xiao (dan membuat teman-teman sepermainan mereka memanggil Xiao). 

Seperti Jinhyuk yang dulu dipanggil Hyuka (yang sering membuatnya protes karena terasa memanggil perempuan). Namun, sekarang Jinhyuk tidak akan keberatan untuk dipanggil Hyuka kalau itu artinya Wooseok kembali ke sisinya. Menjadi orang yang selalu ada di samping Jinhyuk di saat senang mau pun susah.

Hanya perlu satu kesalahan yang bagi orang-orang cukup sepele (tetapi tidak bagi keduanya) untuk menjadi asing seperti ini. Wooseok yang mendadak menghilang dari kehidupan Jinhyuk dan tahu-tahu sudah tiga tahun berlalu. Membuat Jinhyuk selalu mimpi buruk setiap memejamkan mata karena mimpinya selalu sama, Wooseok pergi tanpa melihatnya. Wooseok pergi dengan diam dan menghilangkan semua bukti bahwa pernah eksis di kehidupan Jinhyuk.

Dada Jinhyuk terasa sesak dan dia memaksakan diri untuk bergerak menuju laci di samping tempat tidurnya. Dengan gemetar, menarik laci dan mengambil inhaler. Mencoba untuk bernapas dengan bantuan alat itu dan setelah beberapa saat, Jinhyuk bisa bernapas kembali seperti biasa. Menjauhkan inhaler darinya dan kemudian, Jinhyuk memandang benda itu yang berada di tangan kanannya.

Bukan hanya gangguan tidur, Jinhyuk juga memiliki asma yang dipicu karena memikirkan Wooseok. Hasil pemeriksaan medis selalu menunjukkan bahwa Jinhyuk sehat, tetapi nyatanya dia selalu membutuhkan inhaler jika mengingat Wooseok. Kata psikiatrinya, beban emosionalnya mempengaruhi tubuhnya meski hasil pemeriksaan medis baik-baik saja.

"Abang! Aku udah manggil dari...," perkataan Chaeyeon yang membuka pintu dengan sebal, terhenti karena melihat Jinhyuk yang duduk dan di tangannya memegang inhaler. Chaeyeon hanya bisa menghela napas, berjalan menuju Jinhyuk dan duduk di samping lelaki itu. Selama beberapa saat, tidak ada pembicaraan keduanya, lalu Chaeyeon memandang Jinhyuk dan berkata, "masih sesak ya, bang?"

"Iya."

"Abang sesayang itu ya pada kak Wooseok?" Chaeyeon tahu pertanyaannya cukup bodoh, karena Jinhyuk tidak akan sampai seperti ini kalau tidak merasa sayang. "Seengaknya sekarang abang udah nemuin dia, seharusnya abang bisa menyelesaikan yang telah lalu."

"Abang takut....," Jinhyuk menghela napas dan memandang dinding di depannya, "abang takut kalau kembali ke hidupnya akan membuatnya terluka. Tapi di saat yang sama, abang juga nyesel dulu gak berusaha untuk mengejar Wooseok untuk minta maaf."

"Makanya abang samperin! Apa mau keulang kejadian tiga tahun yang lalu?" Chaeyeon merasa sedih melihat Jinhyuk seperti ini. "Apa abang mau kehilangan untuk kedua kalinya?"

"Abang bahkan baru mau menanyakan kabar sudah dijudesin."

"Tapi buktinya abang bisa beliin makeup untuk aku sama kak Wooseok?" Chaeyeon berusaha mendorong Jinhyuk untuk mengambil langkah. "Kalau abang gak bisa menyelesaikan secara berdua, bawa nama aku, bang. Kak Wooseok buktinya gak menolak saat namaku dibawa bukan?"

Jinhyuk tidak menjawab, tetapi akhirnya menoleh kepada adiknya itu. Chaeyeon melihat Jinhyuk hanya bisa menghela napas, lalu merentangkan tangannya. "Sini, aku pukpukin. Biar abang gak merasa sesak."

"Biasa kamu nyuruh abang enyah jauh-jauh darimu."

"Hari ini pengecualian," Chaeyeon tersenyum, "kayaknya abang butuh pelukan untuk menyakinkan semuanya akan baik-baik saja."

Jinhyuk awalnya menatap Chaeyeon ragu, tetapi adiknya itu menganggukkan kepala dan akhirnya dia mendekati adiknya itu. Merasakan punggungnya ditepuk dengan lembut, tanpa Chaeyeon mengatakan apa pun, seolah mendukung apa pun yang akan Jinhyuk lakukan di masa depan. Mungkin ada beberapa menit mereka berpelukan, sebelum suara perut Jinhyuk yang cukup nyaring menginterupsi ketenangan yang tercipta di antara keduanya. Chaeyeon hanya tertawa dan Jinhyuk langsung menjauhi adiknya itu dengan telinga memerah.

Setelah Chaeyeon keluar dari kamarnya, Jinhyuk mencari HP-nya dan saat melihat jam yang tertera, Jinhyuk ragu untuk mengirimkan pesan kepada Wooseok karena tahu dari Xiao kalau sekarang sedang jam kerjanya lelaki itu. Namun, pada akhirnya dia mengirimkan pesan untuk mengucapkan selama pagi dan selamat bekerja. Setelah mengirimkan pesan (yang tidak dibaca), akhirnya Jinhyuk keluar kamar dan Chaeyeon menuggunya di meja makan.

"Tumben gak langsung makan?"

"Yeu, baek-baek ditungguin malah gak bersyukur."

Jinhyuk hanya tertawa dan menarik salah satu kursi. Bungkus styrofoam putih yang di depan Jinhyuk dibuka dan memperlihatkan bubur yang sudah tidak ada emping dan kacangnya. Membuat Jinhyuk mendadak teringat dengan Wooseok yang seringakli protes jika dua bahan yang tidak disukainya itu dioper ke wadah makannya.

"Makanannya jangan dilihatin doang," teguran Chaeyeon itu membuat Jinhyuk menghela napas dan mengambil sendok besi yang disediakan adiknya itu. Sebenarnya dulu Jinhyuk akan selalu menggunakan sendok yang diberikan penjual, tetapi Wooseok tidak mau menggunakannya dan menggunakan sendok besi yang selalu ada di tasnya. Membuat Jinhyuk yang hendak menyuap buburnya, menggantungnya di udara dan mendengar, "adoh abang, kepikiran kak Wooseok teros. Makan dulu, galau juga butuh tenaga."

"Bawel."

Jinhyuk akhirnya menyuap bubur yang tadi sempat tertunda sampai ke mulutnya. Rasanya lumayan, tidak seenak bubur langganan Jinhyuk dan Wooseok waktu berkuliah. Sebenarnya kalau Wooseok tidak malas, dia yang malah memasakkan bubur untuk Jinhyuk meski tidak sedang sakit. Alasannya karena Jinhyuk entah kenapa suka sekali dengan bubur dan Wooseok itu tahu beberapa jenis bubur yang kadang membuatnya bertanya-tanya memangnya ada eksistensi bubur tersebut karena saking tidak pernah menjumpainya di kehidupan sehari-hari.

Kalau sekarang ada Wooseok, pasti buburnya diaduk dan menambahkan lada serta kecap manis sehingga warna buburnya berubah menjadi coklat gelap karena banyaknya kecap yang dituangkan. Sebenarnya Jinhyuk paling tidak suka makan bubur bersama dengan orang yang menganduk buburnya yang tidak menjadikannya bentuk bubur, tetapi selalu ada pengecualian untuk Wooseok di kehidupan Jinhyuk.

Dan sampai detik ini, satu-satunya orang yang bisa membuatnya tetap tahan duduk di meja yang sama meski melihat bubur diaduk hanyalah Wooseok.

"Loh? Loh abang kenapa nangis?!" 

Chaeyeon panik saat melihat Jinhyuk yang menangis di depannya. Membuatnya berlari ke ruang tamu untuk mengambil wadah tisu yang seharusnya ada di meja makan. Kemarin dia pindahkan ke ruang tamu karena menonton drama Korea yang sedih dan tisu di ruang tamu habis.

Jinhyuk menelan bubur di mulutnya dengan susah payah dan napasnya terasa sulit. Chaeyeon yang kembali dengan kotak tisu dan melihat kondisi Jinhyuk langsung berlari kembali ke kamar abangnya itu untuk mengambil inhaler. Membuat Chaeyeon memasukkan list bubur adalah makanan yang tidak akan dia berikan kepada Jinhyuk, menjadi daftar panjang makanan yang kemungkinan besar memiliki kenangan bersama Wooseok.


No comments

Post a Comment