Wooseok tetap merasa kesal, meski hari sudah berlalu. Dia tidak tahu bagaimana Jinhyuk bisa menemukan nomor HP-nya dan bahkan Twitternya. Meski kalau Twitter agak dimengerti lantaran menggunakan namanya. Dia tidak ingin berurusan dengan lelaki itu, tidak setelah apa yang terjadi dengan mereka dimasa lalu. Padahal kemarin sudah membuat emosinya terkuras karena bertemu di perusahaan PDX dan sialnya, dia tahu Twitter Wooseok serta nomor HP-nya.
Hari Sabtu bagi sebagian orang adalah hari libur, tetapi bagi Wooseok yang merupakan seorang promoter, weekend adalah hari kerja kerasnya. Di kantornya libur diberikan seminggu sekali dan tidak boleh di saat weekend. Wooseok tidak mempermasalahkannya karena seringnya dia merasa membuang waktu dengan sia-sia. Lagipula jika bertemu dengan banyak orang baru, tenaganya akan terkuras dan saat pulang bisa langsung tidur. Bukan menggunakan waktunya untuk memikirkan hal-hal yang sudah terjadi dan tidak bisa diubah.
Setelah sampai di area mall dan masuk lewat pintu karyawan (yang sialnya harus naik tangga 6 lantai) dan saat tiba di area keamanan dengan nafas tersenggal. Sumpah ya, mall semewah ini kenapa pemiliknya pelit banget untuk membiarkan karyawannya untuk naik lift?
Dikata naik 6 lantai itu tidak capek?
"Selamat pagi, mas Wooseok," sapa petugas keamanan yang Wooseok kenal, Baekjin, "tumben sendirian? Mbak Sejeongnya gak ikutan kemari?"
"Masih otw dia," sahut Wooseok sembari tersenyum kesopanan, "ada loker kosong gak? Gue mau share sama Sejeong soalnya."
"Ada dong." Baekjin menyodorkan kunci sembari tersenyum lebar. Woosek menerimanya sembari bergumam terima kasih, padahal kalau pos ini yang menjaga bukan Baekjin pasti sudah dibilang tidak ada kunci. Memang butolnya Sejeong tidak ada yang bisa melawan. Panjang umur, Sejeong tiba di area keamanan dan Wooseok bisa melihat senyum lebarnya Baekjin. "Selamat pagi, mbak Sejeong."
"Pagi, Baekjin. Mau risol gak? Gue beli kebanyakan nih tadi," Sejeong menyodorkan plastik bening yang menampilkan risol, "Eh, Seok. Nebeng loker dong."
"Iya emang kita bagi loker."
"Bawa bekal gak? Gue minta dong, hehehe." Perkataan Sejeong itu hanya membuat Wooseok menghela napas. "Tas lo kan gede tuh, gak mungkin lo kuat ngabisin sendirian."
"Iya emang gue bawa juga buat lo."
"Emang paling asik kalo satu shift sama Wooseok. Dijamin makmur."
Wooseok hanya menghela napas dan berjalan menuju loker, diikuti oleh Sejeong. Melihat nomor kunci dan loker-loker yang ada di depannya, lalu setengah membungkuk karen lokernya berada di tengah-tengah. Memasukkan kunci dan memutarnya, lalu menggeser tubuhnya untuk mempersilahkan Sejeong memasukkan barang-baranya terlebih dahulu. Setelah Sejeong memasukkan tasnya dan mengantongi HP-nya, Wooseok memasukkan tasnya. HP-nya sejak tadi sudah berada di kantong dan sebenarnya mall ini melarang karyawannya membawa HP ke area pekerjaan, Namun, Sejeong dan Wooseok bukan pekerja di sini, sehingga mereka tidak bisa dikenakan peraturan seperti itu.
"Titip kuncinya ya, Baekjin!" Sejeong tersenyum lebar sembari menyerahkan kunci, sementara Wooseok mengisi buku tamu serta lembaran kertas yang berisi deretan angka loker dan nama penggunanya. "Seok, kuncinya tiga kosong delapan."
"Ya."
Setelah itu mereka masuk dan melewati area kantor para petinggi mall sebelum masuk ke area mall. Jam 9 pagi, masih sepi dan mereka melihat banyak yang sibuk membersihkan counter masing-masing. Wooseok sebenarnya paling kasihan dengan SPG dan SPB parfum, karena sudah harus mengeluarkan satu demi satu botol sample parfum, mengelap estalase serta sample parfum dan harus selalu wangi selama shift.
"Mina, minta parfum channel ya!" seruan Sejeong membuat lamunan Wooseok buyar. Melihat temannya itu sudah menyemprot parfum ke badannya, sementara Mina yang merupakan SPG parfum langsung panik.
"Ih kak Sejeong! Nanti aku kena marah karena biarin kalian pake sampel."
"Astaga cuma dua semprot aja, bukan bawa sebotol, Mina."
Wooseok hanya menggelengkan kepalanya. Kalau dirinya punya parfum kesukaan sendiri dan sayangnya tidak ada dijual di parfum refill di pinggir jalan. Sehingga dia harus menyisihkan uang sehingga membelinya kalau ada promo beli 1 gratis 1. Sebenarnya Wooseok tidak suka alasan dirinya bisa mengenal parfum ini, tetapi dia sudah terlanjur jatuh cinta dengan aromanya. Sudah pernah mencoba mengganti aromanya dengan yang lain, tetapi berujung kembali ke parfumnya ini.
Andai yang memperkenalkan parfum ini bukan orang itu, Wooseok tidak akan teringat tentangnya setiap menyemprotkan ke tubuhnya. Wooseok tidak suka dengan kenyataan itu, tetapi aromanya yang disukainya dan membuatnya menjadi serba salah.
"Sejeong, ayo ke counter," ajak Wooseok, tepatnya sih siap menyeret. Tatapannya bertemu dengan Mina, lalu Wooseok tersenyum, "maaf ya, Sejeong emang susah dibilangin."
"Eh ... i-iya kak."
Saat keduanya berjalan menuju counter, Sejeong berkata, "buset Mina sampe salting sama lo. Padahal lo maung gitu juga."
Wooseok tidak merespon karena nanti urusannya semakin panjang. Membiarkan Sejeong berceloteh menggodanya, sementara Wooseok mengecek promo hari ini dari katalog mall dan juga bertanya untuk memastikan posisi produk-produk di counter. Bukannya apa, Wooseok bukanlah SPG tetap di mall ini, jadi dia harus memastikan posisi barang yang hendak dijualnya. Tadi malam dia juga broad cast seluruh kontak pelanggannya bahwa ada promo sampai hari Minggu di mall ini.
Dari kejauhan, dia melihat counter parfum memasang papan promo dari arkilik yang bertuliskan promo beli 1 gratis 1. Mengeluarkan HP, memfoto dengan zoom HP-nya dan mengirimkan ke Doyoung. Soalnya dia ingat kalau temannya ini macam knalpot yang mengomel kalo parfum favoritnya habis, tapi tidak kunjung membeli karena katanya menunggu diskon beli 1 gratis 1.
Ya mau dikatain kalau uangnya banyak dan bisa beli tanpa promo, tapi tidak punya hak. Lagipula itu hak Doyoung juga mau menggunakan uangnya untuk apa.
"Ngirim chat ke Doyi?" tanya Sejeong yang membuat Wooseok melirik perempuan itu. "Aelah gue ditatap antagonis begitu. Gak bakalan gue tikung ituloh teman lo."
"Gue gak ngomong apa-apa?"
"Ya muka lo galak gitu gue ngomong tentang Doyi. Kayak gue mau merebut Doyi dari sisi lo."
Padahal Wooseok ingin bilang kalau Doyoung itu sedang naksir dengan Sejeong, tetapi disimpannya dalam hati karena tidak mau ember. HP di tangan Wooseok bergetar dan ada balasan dari Doyoung yang bilang bakalan datang setelah jam makan siang dan sempat-sempatnya menanyakan Sejeong. Tidak lupa mengingatkan untuk bekal diberikan kepada Sejeong.
Iya, alasan Wooseok selalu bawa bekal untuk Sejeong sejak sebulan belakangan ini karena titipan Doyoung. Mau diberitahukan kepada Sejong, sudah diancam Doyoung untuk tutup mulut. Serba salah mulu. Wooseok, di sisinya Doyoung dia jadi manusia yang melihat kebucinan yang tolol lelaki itu. Wooseok di sisinya Sejeong dia malah jadi manusia yang disangka punya perasaan dengan Doyoung. Kalau mereka bukan teman, udah Wooseok tumpahkan teh kepada masing-masing orang ini.
Saat akhirnya mall dibuka, Wooseok melihat bosnya dan menghela napas. Sebenarnya dia tidak ingin melihat bosnya sekarang, karena biasanya ada hal-hal yang menyebalkan hadir jika melihat wajah perempuan itu. Namun, Wooseok berusaha untuk bersikap optimis bahwa hari ini akan dilaluinya dengan mudah.
Hanya saja, satu jam kemudian, rasa optmisnya luntur karena berhadapan dengannya. Lelaki yang kemarin membuatnya kesal dan sekarang justru ada dihadapannya lagi. Ingin Wooseok usir, tetapi tidak ingin kena omel oleh atasannya. Jadi yang bisa dilakukannya hanyalah tersenyum.
"Wooseok, aku...."
"Mas mau cari makeup untuk siapa?" sengaja Wooseok potong perkataan Jinhyuk karena dia tidak ingin permasalah pribadi dibawa saat bekerja. Tentu memasang senyuman default saat tengah bekerja, meski sebenarnya Wooseok tidak mau tersenyum di depan Jinhyuk. "Kita punya banyak produk-produk yang bisa mengakomodasi penampilan untuk menjadi yang terbaik."
Jinhyuk terdiam cukup lama, lalu berkata, "untuk adik aku yang baru masuk kuliah ... kira-kira apa yang cocok ya?"
"Mas tahu warna kulitnya?" pertanyaan basa-basi karena tentu saja Jinhyuk tidak tahu. Adik yang dimaksud oleh Jinhyuk adalah Chaeyeon dan kalau dia mengunjungi Jinhyuk dulu, yang diseret ke mall adalah Wooseok karena bisa diajak berkonsultasi tentang warna-warna makeup. "Atau mas bisa beliin palette blush on, highlighter sekaligus countour ini. Ini produk terbaru dan sering habis di counter-counter lainnya."
"Oke," Jinhyuk menganggukkan kepalanya meski terlihat bingung, "sama yang di bibir itu namanya apa? lip ... lip apalah itu, pokoknya yang katanya Chaeyeon ringan karena water base."
"Ohh mungkin maksudnya lip tint. Kebetulan ini ada lip tint yang water base dan ada delapan warna." Wooseok menarik rak berisi sampel lip tint yang dimaksudnya mendekatinya. "Mau warna seperti apa? Warna yang best seller itu nomor satu yang rose quartz, nomor tiga yang peach memory dan nomor lima yang red dazzling."
"Kamu tahu warnanya, Seok," Jinhyuk menatap Wooseok, "kamu tahu apa yang cocok untuk Chae."
Wooseok hanya bisa tersenyum, meski sebenarnya kesal karena Jinhyuk menatapnya seperti orang yang tersakiti. Padahal yang seharusnya memasang eksperesi seperti itu adalah Wooseok dan dia hanya bisa menghela napas, lalu menarik tangan Jinhyuk. Lelaki itu tampak kaget, tetapi Wooseok melepaskan tangan lelaki itu karena membuka salah satu lip tint, kemudian memegang kembali tangan Jinhyuk untuk dibalik dan menggoreskan warna lip tint di pergelangan tangan yang memperlihatkan warna nadinnya.
"Ini nomor satu, rose quartz," Wooseok kembali melepaskan tangan Jinhyuk, menurutup lip tint dan mengembalikan ke rak. Lalu membuka yang lainnya, dan kembali memegang tangan Jinhyuk sembari menggoreskan warna lainnya, "ini nomor tiga, peach memory," Wooseok kembali melepaskan tangan Jinhyuk dan menutup serta mengembalikan ke rak. Mengambil lip tint ketiga, lalu dikembalikannya karena bukan nomornya dan setelah mencari sebanyak dua kali, Wooseok menemukannya. Membuka lip tint dan memegang tangan Jinhyuk sembari menggoreskan warna yang dipegangnya, "ini nomor lima, red dazzling."
Wooseok melepaskan tangan Jinhyuk dan mengembalikan lip tint ke rak sampel. Tangan Jinhyuk masih menggantung dan menatap Wooseok cukup lama, lalu akhirnya menatap tangannya. Diam cukup lama dan Wooseok hampir saja memutuskan untuk melayani orang lain, saat mendengar, "aku mau lihat warna lainnya."
"Ya, mas?"
"Aku mau lihat warna lainnya," Jinhyuk mengulangi perkataanya, "aku gak tahu Chae suka warna apa aja, jadi aku harus lihat semuanya."
Ingin sekali Wooseok menghela napas panjang, tetapi ditahannya dan memutuskan untuk tetap tersenyum. "Oke mas, tunggu sebentar. Saya ambil kapas dengan remover dulu ya."
Wooseok berbalik dan merasa punggungnya diawasi. Sebenarnya bisa saja dia meminta bertukar dengan SPG lainnya, tetapi Wooseok tidak suka melakukan pekerjaan setengah-setengah, jadi dia kembali ke hadapan Jinhyuk. Mengambil lip tint nomor yang belum digoreskan ke tangan Jinhyuk sembari berkata, "saya ambil kapas dan remover agar mas tahu daya tahan lip tint ini setelah kita selesai swatch di tangannya."
"Oh, oke."
Wooseok kembali memegang tangan Jinhyuk dan menyebutkan nomor serta namanya. Berulang selama lima kali, lalu membasahi kapas dengan remover dan memberikannya kepada Jinhyuk.
"Mas boleh coba sendiri untuk menghapusnya." Wooseok memberikan kepada Jinhyuk, lalu dengan ragu diterimanya. Namun, Wooseok tidak kunjung menyapukan ke permukaan kulit tangan Jinhyuk dan kembali menahan diri untuk tidak menghela napas panjang. "Mas mau saya bantu?"
"Boleh?"
"Saya yang harusnya bertanya apa boleh?" Wooseok tersenyum dan mengambil kapas dari tangan Jinhyuk. Memegang tangan lelaki itu sembari mengusap pelan kulit tangan Jinhyuk. "Mas bisa lihat, tidak banyak yang memudar dan ini cukup aman dibawa untuk makan yang berminyak sekali pun. Untuk membersihkannya, bisa menggunakan oil base remover."
Wooseok akhirnya melepaskan tangan Jinhyuk. Tatapan keduanya bertemu dan Jinhyuk terdiam cukup lama. Hampir saja Wooseok bertanya apa jadi membeli, saat mendengar, "aku beli ini semua, sama apa tadi yang awal kamu bilang? Ya itulah."
"Tidak sekalian dengan cushion, mas?" Wooseok sedang dalam mode bekerja dan dia kalau bisa membuat pelanggannya mengeluarkan uang sebanyak mungkin, maka akan dilakukannya. Sekali pun itu harus berhadapan dengan Jinhyuk yang tidak disenanginya.
"Boleh deh."
"Sebentar ya, saya ambilkan tester-nya dulu," Wooseok meninggalkan Jinhyuk, lalu kembali tidak lama kemudian, "saya rekomendasikan warna ini. Namun, saya juga membawa satu shade lebih gelap karena yang tahu warnanya mas, bukan saya."
Wooseok tidak bilang kalau yang dibawanya produk termahal yang diproduksi perusahaannya. Sebenarnya sejak tadi Wooseok menjual barang-barang mahal, setengah karena ingin bonusnya banyak dan setengah karena kesal sendiri karena Jinhyuk terlalu mengiyakan semua perkataanya. Pada akhirnya setengah jam kemudian, Wooseok memberikan beberapa lembar nota untuk Jinhyuk membayarnya ke kasir. Kalau ditotal semuanya 2,5 juta dan begitu Jinhyuk berlalu, langsung disenggol Sejeong yang hampir membuatnya tersungkur di lantai.
"Seok, itu mas yang kemarin lo galakin bukan? Kok sekarang lo palakin buat belanja?"
"Bacot." Jawab Wooseok yang mendorong pelan Sejeong sebagai aksi balas dendam karena tadi disenggol. "Lagi jam kerja, ya wajarlah gue melakukan seperti biasanya? Lagian salah siapa gue ngomong apa iya iya aja?"
Sejeong mendengarnya hanya tertawa, "Padahal gue mau bilang loh Seok, tadi dia natap lo itu kayak sayang banget. Gue sampe sirik di sini, karena gue ngadepin ibu-ibu rese banyak nanya, eh belinya cuma satu yang paling murah pula."
Wooseok cuma memutar matanya, tidak mau ambil pusing. Lagipula Wooseok tidak punya niatan untuk berdamai dengan Jinhyuk. Dia hanya menjalankan pekerjaan dan kalau nanti sampai salah paham, Wooseok bisa galakin. Agar Jinhyuk tahu, bersikap baik bukan berarti maksudnya baik.
No comments
Post a Comment