Petang Itu, Dia Tahu Hal Baru Tentangnya
Wooseok sebenarnya cukup lelah karena sejak tadi keluar masuk hampir semua toko yang ada di mall ini. Dari toko pakaian, tempat yang menjual camilan atau minuman, sampai dengan toko kecantikan. Meski untuk yang terakhir, Wooseok harus menabahkan diri berada di sana cukup lama. Selain karena menunggu Chaeyeon yang dilema dengan warna liquid lipstick yang selalu warna sama dari pouch makeup-nya (Wooseok sempat membukanya karena perempuan itu ribet sendiri membenarkan maskara yang padahal menurutnya tidak ada masalah), juga karena hampir semua orang yang menjadi SPG mau pun SPG brand brand kecantikan adalah temannya.
"Kak, sumpah aku kaget loh pas tahu kakak kerja jadi SPB," perkataan Chaeyeon yang sudah kelima kalinya didengar Wooseok hanya bisa direspon dengan senyuman, "bukannya aku merendahkan ya kak, sumpah aku gak ada niatan begitu. Cuma ... emang pas aja gituloh sama kakak yang sejak dulu bisa rekomendasiin aku produk-produk yang cocok sama kulitku."
"Hahaha ... padahal kalau mau menyindir juga kakak gak masalah sih."
"Ih gaklah!" Chaeyeon menatap Wooseok sembari mengibaskan sebelah tangannya yang tidak memegang kantong belanjaan. Mungkin hanya ada tiga tas kecil dari tiga toko kecantikan yang berbeda. Sisa kantong belanjaanya Chaeyeon yang membawanya adalah Wooseok. "Justru orang kayak kakak itu dibutuhkan di masyarakat ini. Masa ya kak, aku tuh pernah mampir ke toko dan sama SPG-nya direkomendasikan warna paling terang dengan alasan itu bikin pangling. Kayak ... halo? Aku suka sama warna kulitnya aku dan makeup itu cuma buat ngeratain doang, bukan buat naikin warnanya."
"Napas, Chae ... napas," Wooseok tertawa karena perempuan itu berbicara tanpa terputus, "makasih udah menganggap pekerjaan kakak itu biasa aja."
"Ih siapa yang berani bilang pekerjaan kakak biasa aja? Sini maju ngadepin aku! Kayak dia kalau ke counter gak nanyak SPG atau SPB cocoknya dengan warna kulitnya apaan?!"
Wooseok mendengarnya hanya tersenyum, lalu mengikuti langkah Chaeyeon yang masuk ke salah satu yang menjual produk kecantikan dengan berbagai merk, meski sebenarnya tokonya sebenarnya diperuntukkan sebagai apotek. Namun, Wooseok bingung saat Chaeyeon langsung ke kasir tanpa membawa barang apa pun.
Apalagi saat mendengar, "mbak, ada inhaler? Kalau ada, stoknya berapa banyak ya?"
"Chae, kamu asma?" Wooseok tentu saja tidak bisa untuk tidak bertanya, membuat perempuan itu menoleh dengan cepat, lalu matanya melebar seolah dia baru saja melakukan kesalahan. "Kakak marah nih kalau kamu gak mau ngasih tahu."
Chaeyeon terdiam, sementara kasir yang ditanya oleh Chaeyeon pergi ke tempat penyimpanan obat, sepertinya mencoba mengecek permintaan perempuan itu apa ada stoknya. Wooseok baru mau bertanya lagi, tetapi akhirnya Chaeyeon menghela napas dan memainkan jarinya di dekat wajahnya.
"Tapi kakak janji gak nyalahin diri sendiri ya kalau aku kasih tahu."
"Hah?"
"Sama janji kakak pura-pura gatau di depan bang Jinhyuk!"
Wooseok semakin bingung dengan kalimat-kalimat yang dikatakan oleh Chaeyeon, tetapi memutuskan untuk menganggukkan kepala. "Oke, kakak janji."
"Jadi ... sebenarnya ini buat kak Jinhyuk," Chaeyeon masih memainkan jarinya, tetapi tidak berani menatap Wooseok, "soalnya ... kak Jinhyuk semenjak ditinggal kakak sering sesak napas."
"Dia punya asma?" Wooseok masih belum sepenuhnya mengerti, tetapi teringat kalau Jinhyuk memang kadang merokok waktu kuliah. Itu kalau dia tengah stress berat dengan tugas yang tidak kunjung berhenti meminta dikerjakan, sementara belum ada tidur berhari-hari. "Apa gara-gara kebiasaan merokoknya waktu kuliah?"
"Loh bang Jinhyuk merokok?!" Chaeyeon malah terlihat terkejut dan menatapnya, yang membuat Wooseok sedikit pusing karena kenapa jadinya omongan mereka berputar seperti ini? "Setahu aku, kak Jinhyuk itu sesak napas kalau kebanyakan mikirin kak Wooseok, bukan karena rokok. Atau jangan-jangan abang selama ini nipu aku ya dengan bawa-bawa nama kak Wooseok?"
Wooseok masih belum mendapatkan benang merah antara terlalu banyak memikirkannya (meski ada sedikit bagian hati Wooseok yang merasa bersyukur kalau dirinya tidak dilupakan oleh Jinhyuk) dengan sesak napas. Chaeyeon tidak menjelaskan lebih lanjut lantaran kasir yang tadi ditanya oleh Chaeyeon sudah kembali dan menginformasikan jumlah inhaler yang tersedia. Membuat perempuan itu bilang untuk membeli semuanya dan mengeluarkan kartu kredit yang sejak tadi dilihat oleh Wooseok.
"Chae ... Jinhyuk ada masalah dengan jiwanya?" tanya Wooseok yang sebenarnya lebih mirip gumaman. Membuat Chaeyeon yang baru selesai menanda tangani struk dari electronic data capture atau mudahnya alat yang biasa untuk menggesekkan pembayaran yang menggunakan kartu. "Kamu yang jelas ngomongnya, kakak marah nih karena kamu muter-muter."
"Emang bang Jinhyuk gak baik-baik aja kak," Chaeyeon mengambil belanjaannya dan memasukkannya ke dalam salah satu tas brand kecantikan yang dipegangnya, "tepatnya, bang Jinhyuk gak baik-baik aja setelah kakak menghilang."
Wooseok tidak tahu harus bereaksi apa saat ini. Dia pikir yang selama ini hanya merasakan sakit hanyalah Wooseok, tidak pernah sedetik pun terlintas jika Jinhyuk juga merasakan penderitaan karena mereka berpisah. Alasannya tentu karena Wooseok tidak pernah merasa dicari oleh Jinhyuk selama ini, meski dirinya juga selama ini selalu mencari segala cara untuk tidak bersinggungan dengan orang-orang yang kemungkinan besar kenal dengan Jinhyuk dan memberitahukan keadaannya.
"Bang Jinhyuk itu...," Chaeyeon menghela napas, lalu memutuskan untuk menggandeng lengan Wooseok untuk melangkah keluar dan mencari tempat makan untuk mereka bisa berbicara dengan lebih nyaman. Setelah Chaeyeon menemukan tempat yang diinginkannya, mereka berdua masuk dan duduk di salah satu meja. Sembari menunggu pelayan menghampiri mereka, Chaeyeon menatap Wooseok yang sejak tadi tidak berekspresi apa pun, "...kak, jangan salahin diri sendiri ya, please. Ini bukan salah kakak."
Wooseok tidak menjawab itu dan menatap Chaeyeon, "Jinhyuk kenapa?"
"Itu ... bang Jinhyuk awalnya punya gangguan tidur. Lalu dua tahun belakangan semakin memburuk dengan bang Jinhyuk akan tiba-tiba sesak napas kalau terlalu memikirkan kakak." Chaeyeon tidak tahu apakah ini keputusan benar menceritakan keadaan Jinhyuk kepada Wooseok, tetapi sudah terlanjur sampai di sini. "Kata dokter, kondisi kesehatan bang Jinhyuk itu normal, gak ada asma. Tapi abang terus sesak napas dan akhirnya dirujuk ke psikiatri gitu, kak."
Wooseok tidak mengatakan apa pun, tetapi mulai menyesali keputusannya yang menghilang dari kehidupan Jinhyuk. Pemikiran-pemikiran yang dengan cepat melintas di kepala Wooseok, membuatnya merasa pusing, apalagi semakin lama semakin terasa negatif dan membuatnya takut kalau tiba-tiba ada mendengar suara yang menyuruhnya untuk mati.
"Kak Wooseok," panggilan dari Chaeyeon dan tangannya yang terasa digenggam membuat Wooseok menatap perempuan itu yang tampak mencoba terlihat baik-baik saja dengan tersenyum, "udah kak, jangan salahin diri sendiri. Kakak pasti punya alasan buat pergi selama tiga tahun ini dan gak ada yang berubah meski kakak nyalahin diri sendiri."
"Tapi ... kakak jahat banget sama abang kamu, Chae," Wooseok berusaha suaranya tidak bergetar, tetapi tidak bisa, "aku bikin Jinhyuk kayak gitu. Kenapa kamu masih mau ketemu sama aku dan pegang tangan aku seperti sekarang?"
"Kalian yang punya masalahnya, bukan aku, kak," Chaeyeon tersenyum, "aku gak tahu masalah kalian apa, tapi aku senang saat ketemu sama kakak dan kita pergi kayak gini. Karena berarti kakak gak sepenuhnya benci sama abang."
Gengaman tangan Chaeyeon terlepas saat pelayan datang membawakan buku menu. Baru juga Chaeyeon membuka buku menu, ada telpon yang masuk dan saat diangkat, Wooseok bisa mendengar kata abang yang berarti peneleponnya adalah Jinhyuk. Menjelaskan kalau mereka hendak makan malam, lalu Chaeyeon melihat Wooseok dengan ragu.
"Kalau dia mau gabung, gak apa-apa." Wooseok padahal hanya mengatakan hal itu awalnya demi kesopanan, tetapi entah kenapa rasanya ada sedikit beban yang terangkat saat mendengar apa yang dikatakannya. "Sama sekalian tanyain dia mau makan apa, biar kalau sampai dia gak perlu nontonin kita makan."
Lalu Wooseok malah mendengar Chaeyeon yang balik mengomeli Jinhyuk karena dikira membohongi lelaki itu. Sudah membawa-bawa nama Wooseok, membuat lelaki itu menghela napas.
"Chae, loudspeaker please," perkataan Wooseok membuat perempuan itu menjauhkan HP dari telinganya, lalu menekan tombol yang diminta. Mengulurkan kepada Wooseok, Chaeyeon bermaksud untuk menyerahkannya, tetapi tidak diambilnya dan mendengar, "jangan buat gue berubah pikiran, Lee Jinhyuk."
Cukup mengatakan itu, lalu Wooseok mendorong pelan tangan Chaeyeon untuk kembali bercakap dengan keadaan normal. Entah apa yang dilakukan oleh Jinhyuk di ujung sana, sampai-sampai mendengar omelan Chaeyeon karena dibebaskan memilih menu makanan untuknya dan diingatkan untuk menyetir dengan waras.
Satu jam kemudian, baru Jinhyuk datang. Napasnya terengah seperti orang berlari (atau memang benar-benar berlari, Wooseok tidak mau begitu tahu) dan pesanan Jinhyuk sudah ada. Mereka memang sengaja meminta kepada pelayan untuk memasakkan pesanan mereka setengah jam yang lalu dan Jinhyuk mengambil tempat duduk di samping Chaeyeon.
"Sorry lama banget ya. Jalanan abis pulang kerja macet banget," Jinhyuk mencoba menjelaskan, padahal tidak ada yang meminta dan semua orang juga tahu jam pulang kerja pasti macet. Lalu Jinhyuk menatap Wooseok dan berkata, "oh iya Seok, aku gak...."
Perkataan Jinhyuk terhenti karena Wooseok memberi gestur diam dengan menempelkan jari telunjuknya di bibirnya. Membuat Jinhyuk tampak salah tingkah, lalu berakhir mengusap tengkuknya. Chaeyeon sebenarnya ingin sekali menertawakan Jinhyuk karena dia biasanya mana mau diam kalau bertemu dengan orang yang disenanginya.
Saat Jinhyuk hendak memakan menu yang dipilih Chaeyeon, dia mendelik ke arah adiknya karena sengaja sekali memesan capcai, padahal tahu Jinhyuk tidak begitu suka memakan beberapa sayuran sekaligus. Jinhyuk bisa makan sayur, tapi hanya satu jenis untuk sekali makan.
"Jangan protes, yang milih kak Wooseok!" Chaeyeon tersenyum lebar, terlalu lebar malah yang membuat Jinhyuk ingin mengumamkan sepatah dua kata makian karena sedang dijebak. "Tanyain aja kalau gak percaya yang milih itu kak Wooseok."
Jinhyuk hanya bisa melirik Wooseok yang duduk di depannya, tengah makan nasi goreng (membuatnya diam-diam tersenyum karena setidaknya masih seperti yang diingatnya) dan pada akhirnya mulai memakan capcainya. Benar-benar agenda Chaeyeon yang ingin membuatnya makan banyak sayuran tahun ini terlaksana karena membawa-bawa nama Wooseok.
Mana bisa Jinhyuk membantah kalau memang itu yang Wooseok pilih.
Setelah selesai makan dan Jinhyuk yang membayar makanan mereka (dengan pura-pura tidak sadar saja tatapan sebal Wooseok karena biasanya kalau mereka makan bersama selalu membayar masing-masing makanan yang dipesan), mereka keliling mall tanpa tujuan selama beberapa saat. Chaeyeon berada di tengah-tengah Jinhyuk dan Wooseok. Menggandeng keduanya sembari mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak begitu Jinhyuk dengarkan karena seringnya mencuri pandang ke arah Wooseok yang tersenyum dan merespon perkataan Chaeyeon. Kantong belanjaannya yang membawa adalah Jinhyuk dan Wooseok karena kedua tangan Chaeyeon digunakan untuk menggandeng kedua lelaki.
Jinhyuk pikir, kesempatan seperti ini hanya ada dalam angannya, tidak akan pernah menjadi nyata.
Namun, nyatanya mereka di sini. Meski keduanya dipisahkan oleh Chaeyeon karena Wooseok tampaknya tidak ingin berinteraksi dengan Jinhyuk. Setidaknya, Wooseok tidak mengusir Jinhyuk, meski masih belum mau berbicara langsung dengannya.
Saat akhirnya Chaeyeon sudah tidak mau jalan-jalan lagi, dia melepaskan gandengan dengan Jinhyuk, tetapi masih menggandeng Wooseok. Membuat Jinhyuk mati-matian tidak memasang eskpresi galak, sementara Chaeyeon memasang wajah menggoda karena bisa melakukan apa yang Jinhyuk ingin lakukan saat ini.
"Wooseok, pulang bareng aja. Kita satu gedung apartemen juga." Jinhyuk tahu tadi sudah disuruh untuk diam, tetapi mana mungkin dia bisa benar-benar diam? Nanti yang ada Wooseok malah pulang sendirian, padahal mereka menuju tempat yang sama. Tidak ada respon, lalu Jinhyuk menambahkan perkataannya dengan ragu. "...gimana Seok?"
Tidak ada respon yang membuat Jinhyuk jadi merasa serba salah. Kalau ada yang dibilang untung, Chaeyeon yang masih menggandeng Wooseok, menoleh untuk menatap lelaki itu dan berkata, "kak, ayo pulang bareng! Kita harus melanjutkan perghibahan soal beauty vlogger yang dimulai di counter natrep tadi."
"Oke."
Jinhyuk merasa sedih sendiri karena perkataannya tidak direspon, tetapi perkataan adiknya direspon. Namun, Jinhyuk hanya bisa menghela napas dan mengingatkan diri sendiri kalau begini masih lebih baik daripada waktu pertama kali mereka bertemu di lift. Pura-pura tidak mengenalinya dan malah menyuruhnya diam saat hendak menanyakan kabar.
Meski saat perjalanan pulang, Jinhyuk benar-benar merasa seperti supir yang tengah mengantarkan majikan karena Chaeyeon dan Wooseok duduk di belakang. Benar-benar berghibah dengan istilah-istilah yang Jinhyuk tidak pahami, tetapi tidak bisa membuatnya tidak tersenyum karena dari nada suara Wooseok jelas terdengar emosinya dan membuatnya membayangkan ekspresi lelaki itu. Seperti yang Jinhyuk ingat selama ini, Wooseok kalau bercerita bukan hanya suaranya saja yang bereaksi, tetapi wajahnya.
"Dadah kak Wooseok! Nanti kita main lagi ya!" Chaeyeon melambaikan tangan dan Jinhyuk berada di samping adiknya itu. Mereka sudah tiba di gedung apartemen dan lebih spesifiknya, di depan apartemen yang juga tinggal teman kantornya Jinhyuk (tidak bisa dibilang teman juga sebenarnya, mereka hanya tahu nama satu sama lain) bagian IT.
"Iya," Wooseok tersenyum, tetapi tentu saja jelas arahnya kepada Chaeyeon, bukan juga diperuntukkan kepada Jinhyuk, "jangan lupa kerjakan tugas kuliahnya."
"Siap kak!"
Wooseok akhirnya berbalik dan menempelkan kartu ke pintu unit yang ditinggalinya. Jinhyuk tetap tinggal, sementara Chaeyeon sudah sejak tadi berjalan ke unit mereka tinggal. Menunggu sampai punggung Wooseok menghilang karena dihalangi oleh pintu, lalu berbalik karena mendengar teriakan Chaeyeon untuk segera ke unit mereka tinggal.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments
Post a Comment