Monday, April 13, 2020

Afeksi yang Terpilih


Saat bangun tidur, hal pertama yang dilakukannya adalah mengecek HP-nya. Biasanya dia membaca email dari beberapa orang yang menyukai tulisannya di platform online tentang fanfiksi (yang mana selalu membuat Seungwoo heran kenapa dirinya mau menulis secara gratis untuk jutaan kata yang teruntai menjadi ribuan kalimat dalam berbagai alternative universe) sebelum memulai hari. Namun, WA yang dari Seungwoo membuat Jinhyuk mengkernyit dan saat membaca pesan dan mendengarkan pesan suara dari pacarnya, dia semakin kebingungan.

Pada akhirnya dia memutuskan untuk menelepon dan hanya perlu menunggu satu interval bunyi menunggu sambungan telpon untuk diangkat. Mendengar sapaan, "halo, Jinhyuk. Selamat pagi," yang membuatnya tahu kalau Seungwoo tidak tidur semalaman hanya dari suaranya.

"Kenapa gak tidur?" tanya Jinhyuk tanpa basa-basi. "Dan kenapa mengirimkan WA seperti itu?"

Seungwoo hanya tersenyum mendengarnya, karena Jinhyuk menyadarinya meski dirinya tidak mengatakan apa pun.

"Jangan tersenyum," suara Jinhyuk justru membuat senyuman Seungwoo semakin lebar, "sayang, ada apa? Kenapa sampai mengirim WA seperti itu tadi malam?"

"Saya kangen kamu." Tidak sepenuhnya berbohong, tetapi tidak sepenuhnya benar tujuannya mengirim WA tersebut. "Saya hanya terpikirkan bagaimana jika kamu memutuskan untuk berhenti mencintai saya dan tahu-tahu hari sudah pagi."

Jinhyuk mendengarnya hanya bisa melengos. Seungwoo dan over thinking-nya yang tidak pernah berubah. Membuat Jinhyuk turun dari tempat tidurnya dan menuju dapur untuk mengambil air mineral dari kulkas.

"Jinhyuk, jangan minun air es jam segini."

"Tahu aja kalau aku mau minum air es," tawa Jinhyuk dan dia menuruti kata Seungwoo meski sebenarnya lelaki itu tidak akan melihatnya kalau membantah, "dan berhenti memikirkan hal-hal secara berlebihan, sayang. Aku tidak kemana pun, aku padamu."

"Saya hanya takut, Jinhyuk," perkataan Seungwoo membuat Jinhyuk ingin protes, tetapi kegiatannya yang tadinya hendak meminum air mineralnya terhenti karena mendengar, "saya takut kamu memutuskan untuk pergi jika bertemu mantan pacarmu, Seungyoun. Saya takut sebanyak apa pun skenario yang sudah saya rancang untuk membuatmu tetap tinggal, kamu memilih pergi dari saya."

Jinhyuk mendengarnya hanya menghela napas panjang dan bergumam, "bodoh."

"Iya, saya tahu bodoh memikirkan kemungkinan itu. Namun, mengingat berapa banyak malam yang terlewati di Dublin karena kamu menangisinya di pelukan saya membuat hal itu tidaklah terasa bodoh untuk dipikirkan."

Jinhyuk memutuskan menandaskan air mineral di gelasnya dan kemudian meletakkannya di kitchen island sedikit lebih keras dari seharusnya. Dia kesal karena Seungwoo berpikir Jinhyuk akan semudah itu pergi, tetapi di saat bersamaan mengerti alasannya. Seungwoo pasti takut hanya dianggap pengganti olehnya selama di Dublin dan saat sampai di Jakarta, posisinya akan digantikan oleh Seungyoun lagi.

"Sayang...," Jinhyuk tidak tahu harus memulai dari mana untuk menjelaskan dan menyakinkan jika Seungwoo hanyalah satu-satunya yang ada di hatinya sekarang, "Saat aku memilih kamu, aku tahu bahwa setiaku untuk kamu. Dia mungkin alasan awal aku selalu berada dipelukanmu, tapi sekarang cuma kamu di hatiku."

Seungwoo tidak mengatakan apa pun dan Jinhyuk menyesal tadi tidak melakukan video call agar bisa melihat ekspresi pacarnya. Agar Jinhyuk bisa mengatakan lebih banyak hal untuk menyakinkan Seungwoo bahwa hatinya untuk lelaki itu. Bahwa afeksinya sekarang hanya untuk Seungwoo.

Bahwa hatinya hanya tahu afeksi dari Seungwoo untuknya.

"Jinhyuk, kamu sekarang sedang apa?"

"Memasukkan baju ke dalam koper," jelas Jinhyuk yang memasang speaker, "aku ke Bandung."

"Kamu apa tidak capek? Baru sampai sudah mau pergi lagi."

"Biar saja," Jinhyuk menutup kopernya dan meletakkan resleting di tempat yang menjadi kunci gembok, "aku mau sama kamu sepanjang minggu ini, mau disayang-sayang sama kesayangannya Jinhyuk."

Suara tawa pelan yang didengarnya membuat Jinhyuk akhirnya tersenyum. Setidaknya Seungwoo sudah bisa kembali normal dan begitu sampai Bandung nanti, hal pertama yang Jinhyuk lakukan adalah mengajak Seungwoo tidur bersama. Karena Jinhyuk tahu, sepanjang perjalanan di dalam pesawat Seungwoo tidak tidur sama sekali dan setelah mereka berpisah di bandara, lelaki itu malah memutuskan untuk tidak tidur hanya untuk memikirkan Jinhyuk.

No comments

Post a Comment