Apartemen atau Rumah
"Lo telat," perkataan Seungyoun saat Jinhyuk baru masuk ke lobi kantor pemasaran apartemen dan perumahan, membuatnya melirik jam tangannya, "bilang gue telat, sendiri sama aja."
"Empat menit tiga puluh tujuh detik...," Jinhyuk menatap Seungyoun, "masih lebih baik saya, daripada kamu yang bohong rapat di hari Minggu dan membuat saya menunggu satu jam dua puluh menit empat puluh lima detik."
"Shit, lo bahkan hitung waktu gue telat sampe detiknya?!" Protes Seungyoun. "Dan apaan sih lo pake saya-sayaan?! Geli anjing."
"Yaudah sih kalo gak suka. Cuma kamu orang asing dan sudah selayaknya orang asing diajak ngomong formal," Jinhyuk melirik Seungyoun, "biar tahu diri akan posisinya."
Asli, Seungyoun dari kemarin rasanya sial benar. Sudah dijodohkan dengan orang yang tidak dikenalnya, manusianya kaku pula kayak kanebo kering dan meski tidak ikhlas dijodohkan, Seungyoun terpaksa mencari tahu siapa Jinhyuk. Hanya untuk mendapati kalau yang dijodohkannya ini dosen muda di universitasnya dulu belajar dan satu-satunya media sosial yang dimiliki oleh Jinhyuk adalah Twitter.
Itu juga isinya soal randoman laboratorium atau foto batu yang entah apa bagusnya untuk diamati.
Intinya, Seungyoun terjebak dengan orang yang lebih suka sama ilmu pengetahuan daripada diajak ke atas ranjang. Begini amat hidup membuat lelucon kepada Seungyoun.
"Udah selesai belum bengongnya?" Suara Jinhyuk membuat Seungyoun mengerjap dan memandang lelaki itu yang tengah menatap HP androidnya. Baru sadar Seungyoun kalau orang ini tidak menggunakan Apple seperti orang-orang yang dikenalnya. "Kalau belum, yaudah saya tungguin. Cuma kasih tahu dong berapa lama bengongnya? Masih ada kelas ini yang perlu saya ajar."
"Yakali orang bengong bisa dihitung waktunya."
"Ya bisa, pake alarm."
Auklah, Seungyoun capek sendiri. Jadi akhirnya keduanya berjalan ke tempat yang sudah ditentukan oleh orang tuanya. Seungyoun sebenarnya mau cepat selesai dengan memilih asal unit apartemennya, tapi Jinhyuk justru melemparkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab.
"Oke katanya kitchen set pakai marmer. Asalnya dari mana? Terus yakin banget bilang kalau digores pakai apa saja tidak akan berbekas, gimana kalau saya potong pakai berlian? Masih yakin gak gores?"
Yang benar ajalah, siapa yang punya pisau dari berlian?!
Eh ... ya kalau orangnya geek seperti Jinhyuk sih sepertinya mungkin saja.
"Ini tuh apartemen apa lemari sepatu di kamar? Kecil banget."
Ya iyalah, yang Jinhyuk lihat studio unit yang merupakan tipe apartemen paling kecil. Meski Seungyoun agak heran juga sih, bisa juga mahluk semodelan Jinhyuk komentar membawa-bawa harta dari rumahnya. Soalnya penampilannya tidak menunjukkan dia suka pakai barang branded.
"Ck, kasih lihat rumah aja bisa gak sih? Gak maulah saya hidup di kotakan yang gak bisa lihat rumput kalau gak ke taman."
Kali ini Seungyoun merasa harus ikut campur. Seingatnya merrka disuruh untuk pilih apartemen, bukan rumah?
"Apaan sih? Ribet banget lo milih apartemen aja."
"Kenapa?" Jinhyuk menatap Seungyoun tidak peduli. "Gak mampu beli? Yaudah, saya lihat lagi deh unit apartemen."
"DIKATA GUE GAPUNYA DUIT?!"
"Ya selaw dong, gausah ngegas." Jinhyuk lalu melirik jam tangannya dan melengos. "Kamu aja yang pilih tempat, saya ada kelas dua puluh menit lagi."
"FYI, jarak dari sini ke kampus lo itu butuh satu jam perjalanan."
"Naik helikopter lah, miskin banget pemikirannya kalau saya bakalan naik mobil."
Setelah itu, Seungyoun ditinggalkan begitu saja. Jinhyuk berjalan sembari menelepon seseorang dan tidak butuh waktu lama untuk menghilang dari pandangan keduanya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments
Post a Comment