Monday, March 16, 2020

Karena Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Mati


Kalau ada yang bisa dibilang untung, Jinhyuk itu tipe yang cepat sembuh dari sakit. Jadi kalau Minggu siang sudah ada di rumah, tepatnya di meja makan dan di depannya tersaji semua makanan seperti mau mengadakan pesta, Jinhyuk hanya bisa memegang kepalanya. Kepalanya tidak pusing, hanya bingung memikirkan cara untuk menghabiskan semuanya dan membuang makanan bukanlah kata yang pernah eksis di kepala Jinhyuk.

"Hyuk, lo sakit lagi? Kepala lo gak kenapa-napa?" suara Seungyoun yang terdengar panik membuat Jinhyuk menatapnya tajam. "Lah kenapa gue ditatap kayak di sinetron sih? Gue bukan protagonis dan lo bukan antagonisnya."

"Mau nyuruh saya sakit lagi apa gimana?" Jinhyuk mendengkus dan menatap semua yang ada di meja. "Kamu pikir saya bisa makan semua ini?!"

"Sumpah, bukan gue yang nyuruh."

"Kamu pikir saya percaya?"

"Beneran, gue cuma nyuruh masakin lo aja karena siang ini balik," Seungyoun lalu melirik salah satu pengurus dapur yang ada di dekatnya, "tuh tanya kalo gak percaya! Gue nelpon ke dia buat masakin lo doang, kaga minta masak sebanyak ini."

Jinhyuk tentu saja tidak semudah itu percaya, tetapi suara pengurus rumah membuatnya menatap perempuan paruh baya itu. "Tuan Jinhyuk, yang dikatakan tuan Seunyoun benar. Dia hanya minta untuk kami memasak, tapi kaminya saja yang memutuskan memasak sebanyak ini karena tidak tahu makanan kesukaan tuan Jinhyuk."

"Kan! Gue gak bohong soal minta masakin lo gak sebanyak ini."

Protesan Seunyoun hanya direspon dengan tatapan tidak peduli oleh Jinhyuk. Padahal dia cuma sakit demam, kenapa dimasakin makanan seolah dia baru saja berhasil berjuang menghadapi penyakit mematikan?

Setelah makan siang (yang mana Jinhyuk tidak makan terlalu banyak karena masih belum sembuh benar), dia memutuskan untuk ke kamar. Tentu sebelumnya Jinhyuk melirik Seungyoun sinis, "awas aja ikut ke kamar. Saya tidak mau diganggu."

"Gue cuma mau mengecek lo gapapa, elah."

"Gak usah. Sana pergi."

Seungyoun hanya bisa menghela napas, tapi mana mungkin dia menurut. Jadi satu jam setelah Jinhyuk masuk ke dalam kamar, Seungyoun mengendap masuk ke dalam dan menemukan lelaki itu tengah tertidur. Di tangannya ada buku Norwegian Woods yang tertutup tidak sempurna karena jari Jinhyuk berada di sana.

Tangan Seungyoun terulur menyentuh kening Jinhyuk. Masih agak hangat, tetapi tidak sepanas dua hari yang lalu. Kalau Jinhyuk dalam keadaan sadar, tangan Seungyoun pasti ditepis karena dia tidak suka dipegang olehnya. Tangannya bergerak dari kening ke kepala dan mengusap pelan rambut Jinhyuk. Entahlah, dia suka saja sensasi jarinya yang berlarian di rambut Jinhyuk.

"Seungyoun."

Suara serak itu membuatnya berhenti dan Jinhyuk menatapnya dengan datar. Bukannya menarik tangannya, Seungyoun malah menatap balik Jinhyuk, meski setelahnya tidak punya perkataan yang bisa menjadi respon.

"Berhenti untuk peduli."

Memangnya kenapa?

"Karena jatuh cinta adalah cara terbaik untuk mati."

No comments

Post a Comment