Selalu Ada Kali Pertama untuk Segalanya
Seungyoun tidak menunggu lama untuk dibukakan pintu oleh Jinhyuk. Pintu laboratorium Jinhyuk ternyada ada 2 lapis. Lapisan pertama seperti pintu biasa, lapisan kedua malahan hanya ada tempat untuk sidik jari di tempat yang biasa merupakan gagang pintu.
"Eh keren juga ada beginian," Seungyoun malah salah fokus dan meletakkan jempolnya di sana selama beberapa saat, "macam film-film kalau mau ke brankas rahasia."
Jinhyuk tidak menjawab, tetapi membiarkan Seungyoun yang akhirnya mulai melangkah masuk. Matanya seperti anak kecil yang kebingungan karena melihat ruangan yang Jinhyuk katakan sebagai laboratorium.
"Itu apaan?" Seungyoun menunjuk benda yang ada di meja belakang yang sejajar dengan lelaki itu.
"Shale shaker."
Seungyoun tidak tahu apa gunanya dan tidak ingin tahu juga, lalu tatapannya jatuh pada sebuah mesin yang cukup besar. "Kalau itu apa?"
"Mud machine," Jinhyuk menjawab dan bersedekap, "kamu kemari mau bantu saya atau minta dikuliahi isi lab ini?"
"Oh iya bener." Seungyoun baru ingat tujuan sebenarnya yang membuat Jinhyuk memutar matanya, seolah sudah menduga ini akan terjadi. "Lo mau live pake Twitter?"
"Iya."
"Buat youtube aja kenapa?" pertanyaan Seungyoun membuat Jinhyuk menatap sinis. "Gue cuma kasih saran, oke. Lo gak perlu natap sinis gitu juga kalau gamau."
Jinhyuk tidak merespon dan membuat Seungyoun menghela napas. Setelah setting tripod untuk HP agar sesuai dengan jarak yang Jinhyuk inginkan, akhirnya Twitter live dimulai. Seungyoun tentu masuk paling pertama dengan alasan, "gue ngecek doang kalau live lo bekerja apa kaga?"
Jinhyuk mulai mengajar secara live dan sesekali sibuk dengan laptopnya karena membuka WA dari benda tersebut. Seungyoun memutuskan berkeliling ruangan yang cukup besar itu dan jujur saja dia tidak paham dengan semua benda di ruangan ini. Satu-satunya benda yang dimengertinya adalah beberapa rak buku yang menggunakan bahasa Inggris, itu pun juga judulnya panjang dan saat diambil untuk dibaca, kebanyakan sudah menguning. Begitu melihat tahun terbitnya, Seungyoun langsung melihat Jinhyuk yang entah sejak kapan sudah memegang batu yang entah namanya di tangan.
Jinhyuk bayar sebanyak apa untuk bisa mendapatkan buku terbitan tahun 1994?!
Bosan dengan area rak buku (juga karena bahasa Inggris teknik sesulit itu karena seolah terjemahan di kepalanya seperti bukan itu maksud yang sebenarnya), akhirnya Seungyoun tiba di area banyak botol-botol yang berjejer. Tadinya dia kira itu oli bekas, kalau tidak ada tulisan 'light crude oil at ANG-012' atau 'heavy crude oil at Louis-213' pada dua jejeran botol. Sebenarnya masih banyak lagi botol-botol yang berlabel seperti itu, tapi Seungyoun tidak ingin membaca semuanya.
Nanti Seungyoun dapat kuliah gratis beberapa SKS soal penjelasan minyak mentah yang dilihatnya itu. Apalagi semuanya ada air (meski komposisinya kebanyakan tidak sebanyak minyaknya) dan juga ada endapan halus di bawahnya.
Mungkin pasir?
Berjalan lagi, akhirnya Seungyoun sampai di lemari yang memajang banyak batuan. Dari yang dilihat berkilau sampai rasa-rasanya berpikir kalau ada maling masuk ke rumah ini, lebih baik menuju kemari untuk mengambil batuan itu. Seungyoun juga melihat batuan yang menurutnya tidak ada bagus-bagusnya untuk dikoleksi karena saking biasanya. Tadinya Seungyoun malah berpikir itu batu dari tukang bangunan yang dimaling oleh Jinhyuk.
"Eh? Berlian ada warna lain selain bening?" Seungyoun berhenti saat berada di deretan label berlian dan tertulis keterangan 10 mosh (dan tentu saja dia tidak paham makna mosh ini). Juga Seungyoun menyadari kalau semua batuan yang dilihatnya ada kategori mosh.
"Tentu saja ada warna lain," suara Jinhyuk membuat Seungyoun menoleh, "masih belum lengkap koleksi berlian gue. Ini baru warna dasarnya, belum sampai intensitas warnanya."
Seungyoun tidak menyangka kalau Jinhyuk ada di dekatnya dan aroma parfum waktu itu dihirupnya saat terbangun tanpa menggunakan apa pun, menyapa indera penciumannya. Membuat pikirannya sedikit mendapatkan bayangan apa yang terjadi malam itu, meski kepalanya tidak bisa diajak kerja sama untuk mengingat dengan runtut. "Udah selesai, kuliah onlinenya?"
"Udah."
"Gak lanjut sesi kelas berikutnya?"
Jinhyuk tidak langsung menjawab karena membuka lemari batuannya, menyimpan batu yang dipegangnya. Seungyoun saja bahkan tidak menyadari ada batu tersebut di tangan Jinhyuk.
"Seungyoun."
Panggilan itu membuat Seungyoun refleks menjawab, "ya?"
"Kalo buat video di youtube itu gimana caranya?" Jinhyuk menutup lemari berisikan batuannya, lalu menatap Seungyoun. "Mahasiswa saya protes karena kelewatan waktu saya mengajar karena kesulitan sinyal."
"...ya buat aja, Jinhyuk."
Seungyoun memberikan jawaban berusaha senetral mungkin, padahal aslinya mau menertawakan Jinhyuk. Namun, tawanya benar-benar tidak bisa ditahan saat melihat wajah Jinhyuk yang clueless dan berkata, "saya tidak tahu caranya, makanya bertanya."
Akhirnya Seungyoun berdeham setelah hampir satu menit tertawa karena takut dipukul dengan salah satu batu yang ada di rak Jinhyuk.
"Sorry gue ketawa," Seungyoun berusaha tersenyum normal dan semoga di mata Jinhyuk senyumannya tidak terlihat seperti mengejek, "mau video live atau video biasa?"
Kalau ada yang dibilang untung, Jinhyuk tampaknya tidak tersinggung dengan tawanya Seungyoun. Meski telinganya memerah sih, mungkin malu.
"Maunya live sebenarnya, tapi kalau mahasiswa saya susah dapat sinya, gimana?"
"Nanti bisa disimpan jadi video utuh."
"Nanti bukannya jadi panjang?"
"Ntar gue editin versi higlight yang mau lo publikasikan." Lalu Seungyoun memiliki ide yang lebih baik. "Atau gini aja, nanti gue buat dua kamera mengarah ke lo. Satu buat live dan satunya buat yang di upload ke Youtube. Soalnya versi live resolusinya jelek."
"Gapapa kalau jelek resolusinya, yang penting materinya."
"Guenya yang gak terima lihat muka lo jadi jelek di video. Lo kan ganteng." Seungyoun protes dan tanpa sadar memuji Jinhyuk.
Jadi saat Jinhyuk tersenyum kepadanya, Seungyoun bingung. Apalagi mendengar, "makasih."
Makasih apaan?
Mulai buat akun youtube saja belum, sudah main bilang makasih aja.
Jadi selama beberapa jam ke depan, mereka berdua duduk bersisian karena Seungyoun membuat email baru untuk akun youtube Jinhyuk, membuat header youtube dengan mengais sisa-sisa ingatannya menggunakan Adobe Photo Shop dan mengatur kamera dengan tripod. Meski Seungyoun masih agak kurang puas dengan warna yang ditampilkan di kamera.
"Jinhyuk, kayaknya abis buat video ini, gue beliin ring light deh buat lo."
"Buat apa? Semua lampu di lab udah nyala gini juga."
"Muka lo kurang shinning, shimmering and splendid dan gak terima aja guenya."
"Hmm ... sebebasmu sajalah."
Jadi selama setengah jam kemudian, Jinhyuk kembali mengulang penjelasan yang tadi dilakukannya di live Twitter dan sekaligus memberikan jawaban-jawaban yang ditanyakan di WA laptopnya. Jinhyuk menjentikkan jari sebagai tanda yang telah disepakati mereka bersama kalau sudah selesai dan Seungyoun menghentikan kameranya merekam.
"Jinhyuk, kayaknya malam ini gue juga sekalian belanja kamera sama lensa deh," gumam Seungyoun yang menutup mulutnya dengan sebelah tangan dan tangan satunya menonton video yang direkamnya. Jinhyuk ada di samping Seungyoun, penasaran saja dengan hasilnya dan menurutnya baik-baik saja video itu, "asli ini kameranya anjing banget. Lo aslinya ganteng masa cuma segini jadinya?"
Seungyoun terus mengomel sembari mengedit video, tidak sadar saja Jinhyuk yang ada di sebelahnya tidak berhenti tersenyum dan menyenderkan kepalanya dengan sebelah tangannya yang sikunya bertumpu pada meja.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments
Post a Comment