Sunday, March 8, 2020

Menguji Keteguhan Diri


Jinhyuk sudah berdiri dari tempat duduknya, saat pintu cafe terbuka dan seorang lelaki berjalan dengan tergopoh ke arahnya. Membuat Jinhyuk menghela napas dan mempertanyakan keputusannya untuk mengiyakan pertenuan ini. Karena Jinhyuk tidaklah bodoh, semua sampel yang dibawa Seungwoo hanyalah alasan.

Karena siapa pun yang mengenal keduanya lebih tahu, Seungwoo hanya menginginkan Jinhyuk untuk berada di genggamannya.

"Telat dua menit empat puluh lima detik," Jinhyuk bersedekap dan menatap Seungwoo datar, "sesuai kesepakatan, gue pergi."

"Tapi kamu di sini," Seungwoo tersenyum, seolah perkataan dan tatapan Jinhyuk sekarang hanyalah candaan belaka, "dan kamu tidak akan pernah mau mengkonfirmasi seseorang terlambat. Karena dalam hidupmu, tepat waktu atau ditinggalkan."

"Gue mau pergi, kok."

"Mau minum apa?" Seungwoo tampak tidak peduli dan duduk di kursi yang ditariknya. "Kamu gak bisa minum kopi, jadi teh tarik gimana?"

"Batu ya, lo."

"Aku tidak melarang kamu pergi," Seungwoo tersenyum, "hanya bertanya kamu mau minum apa dan kamu bukannya punya hak untuk menolak?"

Jinhyuk tahu dia bakalan menjadi tolol di depan Seungwoo, jadi yang bisa dilakukannya adalah menarik kursinya yang tadi dudukinya dan duduk. Seungwoo hanya tertawa pelan melihat Jinhyuk seperti itu, karena ternyata berapa lama pun mereka terpisah, Jinhyuknya tetaplah seperti dulu.

"Aku dengar kamu tunangan," Seungwoo membuka pembicaraan, "selamat ya."

"Ya, makasih."

"Jadi aku gak punya kesempatan lagi ya?"

"Kayaknya gue sepakat ketemuan di sini demi sampel deh, bukan demi konfirmasi hubungan kita yang telah lalu."

Seungwoo hanya tersenyum dan saat mengamati Jinhyuk, menyadari ada beberapa bercak kebiruan di lehernya. Mencoba mengabaikan, tetapi tidak bisa. Ada rasa tidak suka yang menyelinap di hatinya saat tahu Jinhyuknya memilih orang lain untuk menikmati tubuhnya.

"Kayaknya ada beberapa hal yang berubah ya?" Seungwoo tersenggol dan menopang kepalanya dengan sebelah tangannya. "Seperti kamu yang membiarkan bekas bercintamu kelihatan, padahal dulu akan menjadi orang nomor satu yang ribut mencari foundation untuk menutupinya."

"Lagi libur juga, buat apa ditutupi?" sebenarnya Jinhyuk lupa kalau masih ada bekasnya dan mengingat siapa pelakunya rasanya ingin Jinhyuk pukul pakai salah satu batuan miliknya.

"Oh, kirain mau manasin aku karena sudah punya penggantiku."

"Apa lo sepenting itu sampai gue harus berbuat sejauh itu?"

"Siapa yang tahu?" Seungwoo tersenyum dan sengaja menyentuh tangan Jinhyuk. Diam-diam hatinya tertawa karena reaksi tubuh Jinhyuk tidak akan pernah berbohong jika disentuh olehnya. "Siapa yang tahu kalau kamu ingin memuaskan mulutmu untuk memaki-maki patnermu saat bercinta? Siapa yang tahu kalau kamu ingin dipuji sepanjang sesi bercinta karena prinsipmu bukan hanya tubuh yang perlu dipuaskan, tetapi juga jiwamu?"

"Berisik."

Jinhyuk mulai menyesali keputusannya untuk bertemu. Apalagi dia sekarang sadar bahwa semakin lama di sini maka kemungkinan Jinhyuk dan Seungwoo memulai lagi hal yang tidak ada masa depannya sangatlah besar.

"Sakit gak?" tanya Seungwoo dan ada jeda karena lelaki itu mengucapkan terima kasih kepada pelayan yang mengantarkan minuman ke meja mereka. "Atau malah lebih enak dari aku?"

"Bukan urusan lo."

"Hmm, kayaknya enggak ya?" Seungwoo tertawa dan Jinhyuk rasanya tengah ditertawakan. Meski memang benar, satu-satunya orang yang bisa membuat Jinhyuk merasa aktifitas seksual itu enak adalah bersama lelaki di depannya. "Apa perlu kita pindah ke tempat lain?"

"Hah?"

Seungwoo kali ini tidak tersenyum ramah seperti sebelum-sebelumnya, tetapi menyeringai. "Apa perlu aku kasih contoh ke kamu gimana rasanya enak itu dan bisa jadi perbandingan dengan tunanganmu itu?"

Jinhyuk tahu satu hal yang pasti, Seungwoo sudah gila.

No comments

Post a Comment