Monday, March 9, 2020

Cara Berdamai yang Aneh


Seungyoun pulang jam 7 pagi. Dia tidak menginap di tempat Seungwoo dan Seungsik, karena tidak mau mencemari pendengarannya dengan aktifitas seksual mereka. Jadi setelah makan malam di restoran dengan keduanya, Seungyoun menginap di hotel langganannya. Tadinya Seungyoun mau ke kelab malam untuk mencari patner satu malam, tetapi pada akhirnya diurungkan niatnya karena kepalanya agak pusing.

Sialnya, dia malah mimpi berhubungan seksual dengan orang yang tidak dikenalnya. Apalagi mimpinya aneh, patnernya malah memaki-makinya setiap melakukan sesuatu di sela desahannya. Anehnya, Seungyoun malah sengaja cari gara-gara di mimpi itu biar terus mendengarkan makian dari orang yang entah siapalah itu. Bangun-bangun, dirinya sudah berkeringat dan bagian bawahnya terasa sesak. Jadi sisanya dia selesaikan di kamar mandi.

"Mana Jinhyuk?" Tanya Seungyoun saat berpapasan dengan seorang pengurus dapur saat hendak ke ruang makan.

"Belum bangun, tuan."

Benar-benar tidak bisa dipercaya. Pulas banget tidurnya sampai tidak bangun jam segini?

Namun, Seungyoun tidak siap saat masuk ke kamarnya dan mendapati Jinhyuk tidur dengan posisi duduk di kursi. Tangannya bersedekap dan posisinya tampak seperti duduk biasa. Tadinya Seungyoun mau menganggap ini akting belaka, tapi mengguncang bahu Jinhyuk, lelaki itu tidak kunjung bangun.

Apalagi bajunya ternyata sama seperti orang yang dilihatnya di restoran tadi malam. Membuat Seungyoun terdiam, bingung.

Jadi itu benar-benar Jinhyuk?

Lalu kenapa keluar lagi kalau tahu Seungyoun ada di sana?

Seungyoun memindahkan Jinhyuk ke ranjangnya dan saat tidak sengaja menghirup aroma di leher Jinhyuk, dia tadinya tidak yakin. Mencoba untuk menyakinkan dirinya sekali lagi, Seungyoun mendekat ke daerah leher dan itu benar aroma yang sama yang tertinggal waktu itu di ranjangnya.

"Geli," gumaman itu membuat Seungyoun segera menjauh dari Jinhyuk. Tidak lama kemudian, Jinhyuk membuka mata dan tatapan keduanya bertemu, "udah pulang?"

Ada banyak tanya yang ingin Seungyoun katakan, tetapi yang diucapkannya malah, "ngapain lo di kamar gue?"

"Ketiduran," jawabnya lempeng dan mendudukkan dirinya, melihat sekitar lalu memandang Seungyoun, "ngapain kamu pindahin saya?"

"Mana ada gue pindahin lo," kilah Seungyoun, "gue masuk kamar, lo udah baring aja."

"Oh," padahal Seungyoun sudah siap mendengar Jinhyuk protes kalau dia menunggu semalaman sampai tertidur di kursi dengan posisi duduk sempurna, "karena tadi malam kamu skip obat, kayaknya sampai besok pagi bakalan minumnya."

"Gue gak mau minum obat."

Jinhyuk melotot ke arahnya dan Seungyoun tidak peduli soal obat. Melihat leher Jinhyuk sudah tidak ada jejak yang dari kemarin membuatnya risih karena tadinya tidak tahu siapa yang melakukannya, tiba-tiba saja Seungyoun ingin menguji coba teorinya.

"Kamu harus minum obat," suara Jinhyuk membuat Seungyoun kembali memandang wajah lelaki itu, "gak dengar kata dokter waktu itu kalau obat antibiotiknya harus habis?"

"Gue bilang gak mau."

"Kamu jangan bikin repot saya ya."

"Yang minta diurusin siapa sih?" Seungyoun balik bertanya. "Lagian urusannya kalau gue sakit sama lo apaan deh? Kaga ada perasaan."

Seungyoun tidak siap saat tangan Jinhyuk dengan cepat melayang ke arahnya. Dia pikir bakalan ditampar, tahunya dahinya yang malah dipegang dan membuat Seungyoun tadinya memejamkan mata, perlahan membuka matanya.

"Ck, agak panas lagi." Gerutu Jinhyuk. "Pantes menyebalkan, sakitnya balik lagi."

Seungyoun mau protes kalau dia tidak apa-apa, tapi Jinhyuk sudah beranjak dari kamarnya. Bunyi pintu yang ditutup membuat Seungyoun akhirnya memilih mengekori Jinhyuk yang ternyata ke dapur. Ternyata dia benar-benar mau masak bubur lagi dan Seungyoun melihat semua bahan yang familiar.

"Dagingnya jangan banyak-banyak."

"Iya."

"Gak mau ada brokoli."

"Diam kamu," Jinhyuk tidak memandangnya sama sekali saat mulai merajang sayuran menjadi kecil-kecil, "bilang gak suka, tapi saya masukin brokoli dua hari di makananmu tidak protes."

Seungyoun sebal, tapi tidak sepenuhnya salah juga. Jadi selama dua puluh menitan dia menonton Jinhyuk masak bubur dan merebus air di teko bening sebelum akhirnya memasukkan teh chamomile ke dalamnya.

"Gue gak suka teh panas."

"Iya saya ingat."

"Itu apaan tehnya dimasukin ke air mendidih?"

"Ntar gelas isi tehnya ditaruh di es batu dulu."

Setelah serangkaian hal yang tidak terpikirkan oleh Seungyoun untuk cepat mendinginkan makanannya, akhirnya semangkuk bubur dan segelas teh ada di depannya.

"Mau ke mana lo?" Seungyoun menahan tangan Jinhyuk. Sebenarnya agak siap mental kalau-kalau tangannya ditepis Jinhyuk, jadi saat cuma mendapatkan tatapan galak, Seungyoun cuma nyengir. "Gak mau suapin gue lagi kayak waktu itu?"

"Pilih deh, gue gampar pake talenan kayu atau pake pink rock salt." Jinhyuk sepertinya tidak sadar kalau menggunakan gue dan bukan saya. "Gak usah senyum bodoh gitu, nyebelin."

"Ya masa gue makan sendiri?"

"Bisa duduk di sini dan tahan nunggu selama dua puluh lima menit membuktikan lo gak sakit-sakit amat buat gue tungguin." Jinhyuk akhinya sadar tangannya dipegang Seungyoun dan melepaskannya. "Dan itu udah gak panas, bisa lo makan sendiri. Gue mau lanjut tidur."

"Ya terus yang gerus obat gue kalo udah selesai siapa?"

Jinhyuk mengusap wajahnya, frustasi. "Asli ya, minta digampar banget lo ini. Untung lagi sakit, gue jadi agak sabar."

Pada akhirnya mereka berdua duduk bersisian di kitchen island, memakan sarapan bubur yang dimasak Jinhyuk. Agak aneh juga sih sebelahan begini, soalnya kalau di meja makan di ruang makan, mereka makannya di satu ujung meja dan ujung meja lainnya alias kepisah jauh banget.

"Hyuk."

"Mau rese apa lagi lo?"

"Gila, galak banget," sahut Seungyoun, tapi ketawa, "padahal baru mau bilang masakan lo enak."

"Ya emang lo harus muji gue sih. Lo kira skill masak gue turun dari langit secara mendadak?"

"Iya iya, masakan lo enak." Seungyoun mengalah. "Berarti bisa dong lain kali gue minta masakin lo makanan lain?"

"Gak ada lain kali."

"Jadi kalo gue sakit gak dimasakin lagi nih?"

Jinhyuk tidak langsung menjawab dan saat Seungyoun melirik, rupanya lagi minum. "Agak gue pertimbangkan sih kalo lo sakit."

"Ya masa gue makan masakan lo kudu sakit dulu?"

"Ya mana gue tahu?" Sahut Jinhyuk asal.

Seungyoun jadi lupa rencana awalnya mau ngedrama gamau minum obat dan memberi syarat untuk kiss mark di leher Jinhyuk kalau mau dirinya minum obat. Soalnya seru aja ngobrol sama Jinhyuk kalau tidak kaku dan memang benar sih, Jinhyuk lo-gue sama dengan siap dengar makian lolos dari mulutnya.

Kayak senggol dikit bisa dibacok, jadi agak mengerti Jinhyuk suka ngomong kaku. Soalnya saat dia ngomong kaku dan ngomong kasual jauh banget kepribadiannya.

"Jangan ganggu gue sampai jam makan siang," perkataan Jinhyuk setelah selesai menggerus obat Seungyoun dengan sendok, "dan awas lo minum susu selama masih minum obat. Pantas aja lo kaga sembuh, gak gue awasin lo malah minum seliter susu."

"Ya namanya juga kepengen?" Sahut Seungyoun seadanya dan rasanya mau muntah karena rasa pahit obatnya. "mana pisangnya? Pait ini."

"Hadeeh," Jinhyuk memberikan pisang yang kulitnya sudah dibukakan, "manja banget kalo sakit."

Seungyoun menguyah pisangnya beberapa kali, lalu menelan begitu saja yang mendapatkan pelototan dari Jinhyuk. "Kayak lo gak manja aja kalo sakit ntar."

"Gue kalo sakit langsung minta rawat inap," Jinhyuk bersedekap, "kunyah yang benar pisangnya atau gue geplak pake sendok nih."

"Iya iya ampun."

Setelah memastikan Seungyoun menghabiskan pisangnya, Jinhyuk naik ke lantai 2, menuju kamarnya. Cuma baru juga memejamkan matanya, sudah kembali terbuka karena mendengar bunyi pintu kamarnya dibuka dan melihat Seungyoun.

"Jangan bilang lo minta tidur bareng lagi?"

"Hehehehehe."

Jinhyuk hanya bisa melengos dan memejamkan matanya. "Sebelah kanan dan awas aja lo nikung guling gue kayak waktu itu."

Padahal Seungyoun sebelum bertemu dengan Jinhyuk sejam yang lalu masih marah padanya. Sekarang malah tidur bersama, meski Seungyoun tidak benar-benar tidur karena memilih menghirup aroma Jinhyuk yang berat.

Kalau orang tidak tahu posisi Jinhyuk yang sebenarnya dan hanya menebak dengan modal parfumnya ini, pasti bakalan menduga kalau dia dominan.

No comments

Post a Comment