Monday, March 30, 2020

Kembali Seperti Semula, Mungkin


Setelah entah berapa kali Seungyoun harus memeluk Jinhyuk dan memuji lelaki itu selama terjebak di rumah karena korona, akhirnya hari ini adalah hari pertama mereka bisa bekerja seperti biasa. Padahal Seungyoun sudah mulai terbiasa memeluk Jinhyuk duluan atau dipeluk duluan tiga kali sehari seperti minum obat. Serta sudah memiliki stok kalimat penyemangat untuk Jinhyuk.

"Mau ke mana?!" Seungyoun sengaja menutup akses jalan menuju garasi sekaligus tangga yang menuju laboratorium Jinhyuk di bawah tanah. "Lo gue anterin ke kampus."

"Kantor kita beda arah," Jinhyuk menatap Seungyoun heran, "jadi kenapa kita harus berangkat kantor bersama?"

Seungyoun ingin bilang mereka tunangan, tetapi tidak ada kalimat yang bisa keluar. Membuat Jinhyuk menodorong pelan Seungyoun agar tidak menutup akses jalan. Namun, saat Jinhyuk sudah di dalam mobil Porche-nya, kaca mobil diketuk Seungyoun dan membuatnya menurunkannya.

"Jam berapa selesai mengajar?"

"Jam empat," Jinhyuk menatap Seungyoun heran, "kenapa bertanya?"

Seungyoun hanya tersenyum. "Gapapa kok. Jangan lupa makan siang dan jangan asal meluk orang!"

Jinhyuk mendengar kalimat terakhir hanya merespon dengan menutup kaca jendelanya. Memangnya Jinhyuk itu apa sampai dibilang jangan asal main peluk? Jinhyuk hanya mau memeluk orang-orang yang memang dikenalnya dekat secara personal dan kebetulan saja waktu korona, Jinhyuk tidak punya pilihan untuk berlari kepada ibu (tiri) untuk minta disayang sehingga Seungyoun yang dijadikan sasaran.

Sepanjang jalan menuju kampus, Jinhyuk memikirkan banyak hal.

Tentang meminta tolong kepada Wooseok dan malah memilih Seungyoun daripada sahabatnya sejak SMA.

Tentang hubungan Seungyoun serta Jinhyuk itu sebenarnya masuk kategori seperti apa?

Tentang materi perkuliahan yang sebenarnya sudah selesai Jinhyuk ajarkan karena kebanyakan buat video bersama Seungyoun dan berada di akun youtube miliknya sehingga kalau mengajar sekarang pun rasa-rasanya percuma.

"Selamat pagi, Prof," sapaan yang terdengar saat Jinhyuk keluar dari Porche dan kebetulan Subin keluar dari Mini Morris yang warnanya persis seperti kepemilikan Mr. Bean, "how have you been, prof?"

"Jangan panggil saya prof kecuali di dalam gedung FTTM." Jinhyuk mengambil ranselnya dan berjalan bersisian dengan Subin, "and I'm fine. How 'bout you, Subin?"

"Mau mati kebosanan di apartemen." jawaban Subin membuat Jinhyuk tertawa pelan.

Dia mengerti maksud Subin dan sebenarnya Jinhyuk harusnya juga merasakan yang sama, kalau tidak ada Seungyoun yang sering ikut ke laboratoriumnya untuk merekam video, mengedit video atau bahkan sesimpel dia mau kerja di sana karena katanya bosan di ruang kerja sekaligus perpustakaan itu. Mengingat itu, Jinhyuk tanpa sadar tersenyum dan Subin jelas menyadari hal tersebuti.

"Prof," panggil Subin yang mendapatkan gumaman dari Jinhyuk bahwa dia mendengarkan, "memangnya tidak bosan di rumah?"

"Tidak," Jinhyuk tidak sadar mengatakan hal itu, lalu buru-buru menambahkan, "tidak mungkin tidak bosan maksudnya. Pertanyaan bodoh macam apa itu?"

Subin tahu Jinhyuk tengah berbohong dan salah tingkah karena telinga lelaki itu sedikit memerah. Ciri bahwa Jinhyuk tengah melakukan hal itu dan Subin memilih pura-pura tidak tahu sajalah. Meski Subin sadar bahwa Jinhyuk belakangan tidak pernah tweet lagi membicarakan harga batuan yang diincarnya, data logging atau mahasiswanya yang tidak sopan menghubunginya. Hanya saja, semua itu Subin simpan sendiri dan memilih tidak mengatakan apa pun secara literal, karena hanya bunyi langkah yang terdengar dari keduanya dan sesekali menyapa mahasiswa yang mendapatkan jadwal pagi untuk belajar.

"Subin," panggilan itu membuatnya yang baru menaruh ransel di atas meja khusus untuknya yang berada di ruangan Jinhyuk, menoleh, "tahu tidak di mana tempat bisa custom cincin yang benar-benar one of kind?"

Subin tidak tahu harus bereaksi seperti apa mendengar hal ini, tetapi dengan cepat dia bisa menguasai diri. "Teman saya kebetulan pengrajin perhiasan, tetapi tidak populer. Apa tidak apa-apa prof saya rujuk ke sana?"

"Saya tidak peduli merk."

"Oh," Subin hanya bereaksi seolah tidak heran, padahal tahu sejak jaman kuliah, Jinhyuk ini menggunakan barang branded dari ujung kepala sampai ujung kakinya. "Nanti saya hubungi dulu, apa dia bisa menerima pesanan dari prof dalam waktu dekat."

"Kamu tahu saya butuh cepat?"

"Prof seringkali bertanya kepada saya sesuatu yang tingkat urgensinya tinggi, jadi hal ini saya asumsikan juga masuk kategori itu."

Subin kenal Jinhyuk dari kuliah, dari Jinhyuk sebagai asisten laboratorium batuan dasar dan dirinya sebagai maba. Lalu saat Subin tahun kedua, Jinhyuk lulus dan bekerja di Kalimantan. Lima tahun lalu, saat Subin baru lulus S1 (yang didapatkannya setelah menempuh pendidikan 5 tahun karena banyak memperbaikin nilai karbonnya), Jinhyuk masuk S2. Subin seperti kebanyakan mahasiswa idealis yang baru lulus kuliah, ingin bekerja sesuai jurusan.

Namun, realitas sekejam itu dan hampir saja Subin mendaftar sebagai pegawai bank di tahun keduanya, saat tiba-tiba saja Jinhyuk mengiriminya pesan dan bertanya apa yang dihubunginya adalah Jung Subin. Ternyata, Jinhyuk membaca tugas akhirnya di perpustakaan dan merasa tertarik untuk mendengarkan penjelasannya. Di titik itu, Subin memutusukan mungkin sebenarnya tempatnya bukan kantoran, melainkan menjadi akademisi.

Karena semua perusahaan menolaknya karena IPK-nya yang 3.92, tetapi tidak memiliki pengalaman organisasi apa pun. Meski Subin sebenarnya lebih tahu, posisinya selalu digantikan oleh orang-orang yang dibawa oleh orang dalam.

Jadi jika Sekarang Jinhyuk hanya tertawa datar, telinganya semakin memerah dan ditambah dengan mengusap belakang lehernya, Subin bertanya-tanya tentang banyak hal yang bermuara pada satu hal.

Sebenarnya, orang seperti apa yang bisa membuat Jinhyuk seperti ini?

No comments

Post a Comment