Tuesday, March 17, 2020

Tidak Ada Penyesalan, Katanya


Saati pintu dibuka, Seungyoun menoleh. Mendapati Jinhyuk masuk dengan membawa ransel yang tersampir di bahu (yang talinya hanya satu menggantung di bahunya) serta di dekapan lelaki itu beberapa buku tebal serta diktat yang tadi pagi digunakan kepada Seungyoun sebagai media memukulnya.

"Sorry, gue telat."

"Hmm."

Kalau ada yang bisa dibilang untung, sepertinya Jinhyuk tidak kesal dengannya. Terbukti saat mobil melaju, Jinhyuk memilih membaca diktatnya. Sesekali Seungyoun melirik Jinhyuk karena terjebak macet di beberapa titik saat menuju rumah.

"Jinhyuk."

"Hmm."

"Boleh nanya?" Seungyoun memutar kemudi dua kali, kemudian mengembalikannya seperti semula. Gumaman Jinhyuk adalah tanda dirinya diperbolehkan bertanya. "Gue ada lihat tweet lo yang megang gelas minuman. Kiriman dari Byungchan ya?"

"Kalau udah lihat, gaperlu nanya sih."

Seungyoun menghela napas. Tidak kesal dengan respon Jinhyuk seperti itu, karena sudah diduga. Lagipula memang tidak salah Jinhyuk merespon seperti itu, Seungyoun saja yang basa-basi menggunakan fakta yang sudah ada buktinya di media sosial.

"Gue boleh nanya gak maksudnya mengingatkan masa lalu?" Seungyoun dapat melihat tangan Jinhyuk berhenti membalik diktat sesaat, lalu membaliknya seolah pertanyaan tersebut bukanlah apa-apa. "Tapi kalau lo gak mau cerita juga gak apa-apa. Gue gak maksa."

Seungyoun tidak mendapat respon sampai mereka sampai di rumah. Namun, sebelum Jinhyuk keluar dari mobil, dia berkata, "setelah makan malam, saya bakalan jawab semuanya."

Di satu sisi, Seungyoun senang karena Jinhyuk mau memberitahukannya. Namun, entah di sisi lainnya dia merasa tidak seharusnya tahu. Rasanya waktu makan malam adalah waktu terlama dalam hidup Seungyoun dan begitu selesai, mereka menuju ruang tamu.

Biasanya, Jinhyuk akan siaga jika Seungyoun ada di dekatnya. Biasanya, kalau Seungyoun mencoba duduk di samping Jinhyuk, maka lemparan bantal sofa bertubi-tubi mendarat di kepalanya.

Namun, kali ini tidak ada seperti itu dan ini adalah anomali.

Karena entah Jinhyuk mulai menerimanya atau apa yang didengar Seungyoun nanti cukup untuk membentangkan jarak di antara keduanya.

"Jadi mau nanya apa?" tidak biasanya Jinhyuk yang menginisiasi percakapan. "Saya akan menjawab semuanya."

"Semuanya?"

"Iya."

Entah kenapa, suasana semakin tidak nyaman dan Seungyoun mengambil remote TV. Mencari channel yang memutar lagu dan menyetelnya dalam kondisi tidak terlalu besar.

"Masa lalu apa yang dimaksud oleh Byungchan?" Seungyoun menatap Jinhyuk yang fokus ke TV. "Gue tanya sama Sejin, katanya lebih baik tanya lo."

"Masa lalu yang seperti apa? Saya sudah hidup cukup lama dan ada banyak masa lalu yang bisa diceritakan."

Seungyoun terdiam sesaat, karena memang benar.

Masa lalu seperti apa yang Seungyoun ingin tahu dari Jinhyuk?

"Mungkin bisa dimulai dari tweet lo," Seungyoun akhirnya memutuskan memulai dari itu, "apa maksudnya mengungkit masa lalu dan gelas kopi orang ketiga?"

"Oh, itu," Jinhyuk tampaknya tidak heran mendengar pertanyaan Seungyoun, "cuma kenyataan kalau dulu, spesifiknya lima tahun yang lalu, saya adalah orang ketiga dalam hubungan seseorang."

Justru Seungyoun yang sekarang terkejut dan tadinya ada banyak ratusan pertanyaan yang ingin diajukan, buyar begitu saja. Di kepala Seungyoun, orang ketiga dan Jinhyuk tidak bisa bersisian.

Namun, yang didengarnya malah sebaliknya.

"Kenapa diam? Udah selesai pertanyaanya?"

Suara Jinhyuk membuat Seungyoun kembali bisa mendapatkan kesadarannya yang memijak bumi, setelah tadi berkelana dengan berbagai kemungkinan yang muncul begitu saja. Mungkin ini efek terlalu banyak membaca cerita dengan tema perselingkuhan selama di kantor tadi.

"Apa gue tahu orangnya?" Seungyoun akhirnya menanyakan hal ini. Dia berharap bukan lelaki tempo hari yang dilihatnya mencium Jinhyuk di depan matanya, karena kalau iya jujur saja mungkin Seungyoun akan mencari cara untuk mengajaknya berkelahi. "Lalu gimana keadaan hubungan orang itu sekarang?"

"Kamu kenal," Jinhyuk sepertinya tidak sadar kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan karena mengikuti alunan lagu yang didengarnya, "dan kabar mereka baik-baik saja, meski seringkali saya masih terus dihubungi oleh keduanya dalam konteks berbeda."

"Konteks berbeda seperti apa?"

"Satu bilang merindukan saya dan meminta untuk bertemu," jelas Jinhyuk yang menoleh ke arah Seungyoun karena mengambil remote  TV untuk menaikkan sedikit volume suara, "satunya terus bilang untuk menjauh dari pasangannya, padahal saya sudah tidak melakukan apa pun."

Seungyoun mulai memikirkan kemungkinan demi kemungkinan, tetapi buntu. Dia tidak bisa menebak siapa orang yang dikenal dimaksud oleh Jinhyuk.

"Kenapa lo mau jadi orang ketiga, Jinhyuk?"

"Terjadi begitu saja," jawaban santai Jinhyuk justru tidak membuat Seungyoun merasa santai sama sekali, "lagipula, jatuh cinta kepada siapa tidak pernah diatur dalam undang-undang setahu saya."

"Tapi itu menyakiti pihak yang diselingkuhi," sahut Seungyoun yang membuat Jinhyuk menoleh. Keduanya saling bertatapan, "karena gak perlu ada undang-undang yang mengatur lo seharusnya jatuh cinta sama siapa."

Seungyoun pikir, ada ekspresi kesal atau bersalah yang ditampilkan oleh Jinhyuk. Bukan ekspresi datar seperti yang dilihatnya sekarang. "Penilaianmu sama seperti semua orang yang saya kenal."

"Karena ... itu melanggar norma sosial?"

Bahkan Seungyoun ingin menertawakan diri sendiri sekarang. Norma sosial apaan? Dia sama saja pelanggar norma sosial seperti Jinhyuk, hanya berbeda caranya yang dipilih.

"Benar dan salah itu tidaklah seperti putih dan hitam," Jinhyuk kembali menatap TV, "ada banyak variabel yang ikut terlibat dan kenyataanya hidup ini abu-abu."

Seungyoun terdiam, mencoba mencari pertanyaan yang netral dan tidak melibatkan emosi terlalu banyak darinya.

"Kamu tahu, Seungyoun? Masuk akal itu sebenarnya masuk di akalnya siapa?" pertanyaan Jinhyuk tidak segera direspon oleh Seungyoun, membuat lelaki itu menghela napas. "Tidak semua hal di dunia ini harus masuk akal dan saya tidak peduli dengan standar itu. Kamu mau bilang satu tambah lima hasilnya sepuluh, juga saya percaya kalau itu masuk akal bagimu."

Keduanya tidak mengatakan apa pun dan sekarang lagu yang tengah diputar adalah Takkan Kemana yang dinyanyikan oleh The Overtunes.


Di awalan cerita tak ada perasaan
Di antara kita berdua


"Jinhyuk...," panggil Seungyon yang tidak direspon oleh lelaki itu, "gue tahu nanya ini bakalan sia-sia, tapi penasaran. Pernah gak lo menyesal melakukannya?"

Karena Seungyoun hanya menyakinkan diri sendiri bahwa apa yang akan didengarnya tidak sesuai dengan pemikirannya.

Meski ... sepertinya sia-sia.


Satu hal yang kutahu, aku ada untukmu
Meskipun di masa yang kelam


Jinhyuk menoleh ke arahnya dan tersenyum.

Mungkin ini adalah senyuman pertama Jinhyuk untuk Seungyoun, tetapi bukan dalam situasi seperti ini yang diharapkan untuk melihatnya.

"Melakukan apa?"

"Menjadi orang ketiga."

"Tidak." Jawaban Jinhyuk yang tidak tampak dipikirkan dan sembari tersenyum itu entah kenapa membuat Seungyoun merasa kalah. Padahal dia tidak tahu lawannya siapa, tetapi hanya orang bodoh saja yang tidak bisa menterjemahkan tatapan Jinhyuk sekarang yang sepertinya masa itu adalah masa bahagianya. "Saya tidak pernah menyesali apa pun yang telah dilakukan dalam hidup ini. Termasuk hal yang kamu bilang seperti orang ketiga itu."


Haruskah aku melangkah pergi, pergi ke sana
Melepaskan semua kenangan yang kutuliskan

No comments

Post a Comment