Bukan Tidak Mencintai, Hanya Belum Mulai Mencintai
Makan malam hari ini adalah sate ayam yang dibuat oleh salah satu pengurus rumah yang konon katanya orang tuanya yang membuat resep original saos kacang sate senayan yang populer itu. Jinhyuk iya saja mendengarkan cerita itu, tetapi mana dia duga kalau hari ini akan benar-benar makan sate yang lengkap dengan lontong pakai daun pisang (yang penting banget untuk penilaiannya Jinhyuk seberapa enaknya sate tersebut).
"Tumben sate," Seungyoun yang sengaja duduk di sebelah kirinya dan bukan duduk di ujung meja seperti biasanya membuat Jinhyuk mengkernyit, "bibi lagi mau pamer ya?"
"Tentu saja! Saya mau memperlihatkan ke tuan Jinhyuk kalau bisa masak apa saja dengan enak."
Seungyoun mendengarnya hanya tertawa dan Jinhyuk tersenyum sebagai bentuk kesopanan. Setelahnya mereka ditinggal berdua dan dengan piring-piring berisi sate, lontong dan mangkuk berisi saos kacang serta sambal. Jinhyuk baru mau mengambil bagiannya, tetapi Seungyoun mengambil piringnya dan menggantinya dengan piring yang sudah diisi dengan sate serta pelengkapnya.
"Saya bisa ambil sendiri, Seungyoun."
"Gapapalah sekali-kali gue jadi gentleman gitu,"sahut Seungyoun yang membuat Jinhyuk memutar matanya, "besok apa bakalan take video lagi?"
"Besok semuanya akan kuis, jadi gak usah take video."
Setelahnya, mereka berdua tidak mengatakan apa pun lagi. Seungyoun diam-diam lega melihat Jinhyuk makannya banyak seperti hari normal, karena waktu sakit lelaki itu cukup malas makan kalau obatnya tidak dibilang harus diminum setelah makan. Biasanya Seungyoun setelah selesai makan akan pergi duluan karena memang kebiasaannya yang makan cepat dan tidak suka menunggu orang lain makan.
Namun, kali itu Seungyoun menunggu Jinhyuk selesai makan. Mengkernyit saat Jinhyuk mengambil semua piring kotor, menumpuknya jadi satu dan hendak membawanya ke westafel.
"Jinhyuk, lo ngapain?" pertanyaan bodoh, Seungyoun bisa melihat sendiri apa yang akan dilakukan oleh Jinhyuk. "Maksud gue ... kan ada pengurus rumah?"
"Membawa tempat makan ke westafel gak bakalan bikin tangan patah," jawab Jinhyuk seadanya, "lagipula sebenernya saya juga mau nyuci sendiri peralatan makan kalau aja pengurus rumah ini gak mengamuk karena katanya menikung tugasnya."
Seuungyoun tidak tahu kalau sisi itu ada pada Jinhyuk. Mungkin bisa dibilang, selama dia WFH ini, Sengyoun baru benar-benar mengerti kenapa semua pengurus rumahnya memasak secara berlebihan saat Jinhyuk kembali.
Karena Jinhyuk mau mendengarkan cerita mereka (yang lebih tepatnya gosip) tentang apa saja. Karena Jinhyuk mau ikutan nonton sinetron India meski jam itu sebenarnya ada acara NGC yang sudah ditunggunya sejak lama. Serta mungkin, karena Jinhyuk terlalu mandiri seperti ini sehingga dia berada di titik harus mendengarkan amukan pengurus rumah karena tidak mau dianggap makan gaji buta.
"Jinhyuk, abis ini ke mana?" pertanyaan Seungyoun ini membuat Jinhyuk menatapnya heran. "Maksud gue tuh, di bagian rumah yang mana? Gue pasti mengamuk kalau lo nekad keluar rumah saat lagi korona gini."
Jinhyuk tidak merespon karena ada chat yang masuk ke HP-nya, meski Seungyoun bisa melihat ekspresi tidak suka darinya. Mengikuti langkah Jinhyuk dan ternyata ke ruang tamu. Jinhyuk memilih duduk di sofa panjang dan Seungyoun duduk di sofa yang sama, tetapi dengan jarak yang agak berjauhan.
"Seungyoun," Jinhyuk tidak memandangnya, karena tangannya menyalakan TV dan tengah menekan nomor untuk saluran NGC, "kamu dapat nomor Wooseok dari mana?"
"Itu...."
"Terus kamu kenapa nanya soal lima tahun yang lalu sama dia?" Jinhyuk menatap Seungyoun. "Kenapa harus bertanya pada orang lain kalau saya ada di sini?"
Seungyoun jarang kehilangan kata-kata untuk diucapkan, tetapi untuk kali itu dia mengalaminya. Seperti dipergoki selingkuh oleh pacarnya dan akan ada badai setelahnya. Namun, tatapan Jinhyuk tidak terlihat marah atau kesal, tatapannya lebih meminta penjelasan.
"Gue lihat lo lagi bad mood soal coki-coki," Seungyoun akhirnya bisa mulai menjelaskan, "terus gue penasaran soal lima tahun yang lalu dan tanya Sejin yang nanya dulu sama Byungchan," dia tidak melihat tanda-tanda bahwa Jinhyuk merasa tersinggung, jadi meneruskan ceritanya, "terus gue hubungi, dan malah sebal sendiri karena dia gak jelasin apa-apa."
"Karena dia orangnya butuh konsensual untuk segala hal di dunia ini," Jinhyuk menatap Seungyoun, "kamu mau tanya apa? Saya bakalan jawab."
"Semuanya?"
"Ya."
"Tanpa diam sebagai jawaban?"
"Tanpa diam sebagai jawaban." Jinhyuk mengatakannya dengan percaya diri. "Eh, tapi kalo saya diam berarti lagi makan coki-coki sih."
Seungyoun mendengarnya hanya tertawa pelan. Karena meja ruang tamu rumah mana yang ada beberapa toples isi coki-coki dan di atas salah satu toplesnya ada gunting untuk membukanya?
"Jadi ... mau tanya apa?" Jinyuk menggunting ujung coki-coki dan memangku toples. "Tapi nanyanya yang jelas, jangan pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu dijawab kayak di ruang makan tadi."
Mendengar komentar Jinhyuk itu membuat Seungyoun meringis. Jinhyuk tampak tidak menuntut untuk diberi pertanyaan dan fokus menonton sembari sesekali menarik keluar masuk coki-coki yang membuat Seungyoun bertanya-tanya.
Bagaimana rasanya saat miliknya di dalam mulut Jinhyuk?
Wow Seungyoun ... bisa-bisanya berpikiran kotor hanya karena melihat caranya Jinhyuk makan coki-coki.
"Bisa ceritain gak sebenarnya lima tahun itu ada apa?" Seungyoun hati-hati bertanya hal ini, karena bahkan Sejin yang menurut Seungyoun baik tanpa pamrih itu saja tidak berani mengatakan apa pun. "Gue gak bisa mulai bertanya kalau gak tahu apa yang sebenarnya terjadi."
"Intinya, saya pelakor dan menjadi selingkuhan secara sadar," sahut Jinhyuk yang membuang bungkus coki-cokinya ke tong sampah kecil berwarna coklat yang baru dikeluarkan dari bawah meja dan menggunting coki-coki kedua, "tapi karena saya yakin bukan itu yang mau kamu dengar, maka mari mundur lagi ke tiga tahun sebelum lima tahun itu."
"Maksud lo delapan tahun lalu?"
"Hmm," gumam Jinhyuk yang memakan coki-coki dan sialnya otak Seungyoun sudah terbagi antara ingin bertanya lebih lanjut atau bayangan kotornya memproyeksi Jinhyuk ada di bawahnya, "jadi delapan tahun lalu, sebenarnya saya pacaran dengan orang yang menjadikan selingkuhan."
Fakta Jinhyuk sadar menjadi selingkuhan yang dulu adalah pacarnya membuat Seungyoun kesal. Namun, Jinhyuk berhenti bercerita dan menatapnya, seolah menanyakan tanda boleh lanjut cerita atau tidak.
"Oke, kalian pacaran. Lalu kenapa gak nikah aja?"
Jangan ditanya bagaimana pahitnya Seungyoun harus menanyakan hal itu. Dia saja tidak terbayang bisa menanyakan hal seperti itu kepada Jinhyuk.
"Karena dia tidur dengan sahabatku." perkataan Jinhyuk yang datar itu membuat Seungyoun terdiam. Kayak berkaca pada diri sendiri, soalnya dia pernah terjebak dalam situasi seperti itu. Pacaran dengan Sejin, tapi tidur dengan Hangyul. Entah bagaimana hubungan keduanya sekarang dan itu salahnya Seungyoun. "Jangan ditanya bagaimana marahnya saya waktu itu. Apalagi saya mempergokinya saat hendak memberikan kejutan ulang tahun di pagi harinya."
"Jadi ... dia menikah dengan sahabatmu?"
"Hmm."
"Lalu kenapa kamu mau jadi selingkuhan padahal dia tidur dengan sahabatmu?"
"Karena kenyataanya dia dijebak," Jinhyuk membuka coki-coki ketiganya dengan gunting, "saya dengar sendiri dari mulut orang yang dulu dipanggil sahabat itu. Dia bilang saya tidak tahu diri karena tahu suka dengannya, tapi malah dengan orang yang disukainya."
"Tapi memang kamu benar tahu dia suka dengan pacarmu itu?"
Jinhyuk menggelengkan kepalanya. "Saya tidak ingat dia berkata gamblang kalau suka dengan orang yang waktu itu menjadi pacar. Meski saya ingat dia sering mengatakan tentang orang itu jika sedang senggang atau salting kalau berpapasan."
Seungyoun menahan diri untuk tidak menghela napas. Pantas saja sampai seperti itu, Jinhyuk yang tidak menangkap kodenya. Namun, bukan berarti membenarkan perbuatan orang yang pernah menjadi sahabat Jinhyuk. Karena harusnya dia paham kalau Jinhyuk orang yang harus dijelaskan untuk segala sesuatunya agar dia mengerti maksud dan tujuan yang ingin didengarkan sebagai jawaban.
"Kalian mulai selingkuhnya kapan?" Seungyoun ingin menepuk punggungnya sendiri karena memiliki keteguhan hati untuk terus bertanya meski hatinya terasa sakit. Entah sakit karena Jinhyuk diperlakukan seperti itu, entah karena Jinhyuk secara sadar memilih menjadi selingkuhan (yang itu artinya Jinhyuk mencintai orang itu) atau entah alasan lainnya yang tidak bisa Seungyoun jelaskan. "Karena gue ingatnya lo selalu highlight lima tahun yang lalu sebagai kejadiannya."
"Satu setengah tahu semenjak kejadian itu," Jinhyuk memakan coki-cokinya hingga habis sehingga tidak lanjut menjelaskan selama sesaat, "saat saya dan dia bekerja satu kantor di pulau Bunyu sana."
"Itu di mana?"
"Kaltara, cek aja di google kalau mau tahu pastinya."
Tentu Seungyoun segera mencar di google dan ternyata jauh. Apalagi dari ukuran pulaunya yang kecil membuat Seungyoun beransumsi bahwa mereka selalu bertemu setiap saat karena luas daerahnya yang sekecil itu.
"Jadi dari awal lo mau selingkuh sama dia?"
"Untuk hal ini, sorry kalau mengecewakan ekspetasimu," Jinhyuk membuka coki-coki selanjutnya dan Seungyoun sudah tidak mau menghitung, "tapi saya tidak mau pada awalnya. Meski pada akhirnya saya mau menjadi selingkuhannya."
"Kenapa?"
"Sebodoh alasan cinta lama belum kelar," jawab Jinhyuk tanpa beban dan memakan coki-cokinya. Seungyoun pikir, ini gilirannya bertanya karena Jinhyuk diam. Namun, Jinhyuk kemudian melanjutkan perkataanya saat coki-cokinya habis, "menurutmu, Seungyoun, cinta itu apa?"
"Perasaan sayang kepada seseorang."
"Oh," Jinhyuk sekarang menatap Seungyoun dan tidak memakan coki-coki lagi, "bagi saya, cinta itu hanyalah konsep yang dibuat oleh manusia agar bisa menjadi alasan untuk mengikat seseorang di sisinya."
"Jadi lo gak percaya cinta?"
Jinhyuk mengangkat bahunya, "entahlah. Saya sudah membaca banyak artikel di google, jurnal soal cinta, tetapi kenyataanya tetap tidak yakin apa saya bisa merasakannya lagi."
"Kalau sama gue gimana?" pertanyaan itu meluncur saja dari mulutnya Seungyoun. "Kalau sama gue, apa yang lo rasakan?"
"Awalanya menyebalkan," Jinhyuk melengos, "telat di pertemuan pertama, emosinya setinggi badannya, kalau sakit makin menyebalkan...."
Rasa-rasanya Seungyoun sekarang sedang di bashing oleh Jinhyuk dan kalau boleh jujur, daripada kesal, dia merasa sedih.
"...tapi juga orang yang bikin saya dengan bodohnya bertanya apa itu jatuh cinta sama Wooseok. Orang yang nyata-nyata setipe denganmu, tidak akan bisa setia pada satu orang."
Perkataan Jinhyuk itu membuat Seungyoun terdiam. Mendadak jantungnya berdebar lebih cepat dari seharusnya, perasaannya lebih ringan dan tidak sadar membawa badannya untuk beringsut ke Jinhyuk.
"Jadi gue ada harapan kan sama lo."
"Apa?"
"Jadi gue ada harapan sama lo buat jatuh cinta sama gue."
"Saya tidak mencintai kamu," Jinhyuk mendelik, "saya tanya hal itu ke Wooseok karena penasaran isi kepala orang semacam kamu yang mudah berganti-ganti pasangan itu seperti apa? Apa jatuh cinta semudah ganti celana dalam di hidupmu?"
"Perandaiannya jelek banget deh," protes Seungyoun, tapi dia malah tersenyum dan menyangga kepalanya dengan sebelah tangan yang sikunya bertumpu pada punggung sofa, "serta lo bukan tidak mencintai, hanya belum mulai mencintai."
"Gak mau kalau sama kamu."
"Yaudah, kalau gitu tinggal gue usaha biar lo mau sama gue," Seungyoun tidak menyangga kepalanya lagi, tapi mendekatkan wajahnya kepada Jinhyuk dan embusan napas masing-masing menerpa wajah mereka, "ingat, janji gue buat nikahin lo itu masih berlaku dan gue penulis."
Jinhyuk tidak sempat protes atau mendorong Seungyoun menjauh karena bibir mereka saling bertemu. Refleks Jinhyuk adalah memejamkan mata dan pada akhirnya dia menyerah. Membiarkan Seungyoun yang mengendalikan alurnya dan rasa coklat coki-coki serta kacang bumbu sate bercampur menjadi satu yang diingat oleh Jinhyuk.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments
Post a Comment